Angin berhembus saat tiba pertama kalinya di bandara Schipool, seakan mengisyaratkan “Inilah negeri kincir angin”. Saya menjadi salah satu dari 15 mahasiswa Unhas yang mendapat kesempatan program Student Exchange ke Eropa. Program tahunan ini sangat bagus karena bisa menambah wawasan para mahasiswa belajar di negara lain, bisa saling berbagi dan bertukar pikiran dengan orang luar negeri, serta membangun ikatan kekeluargaan dengan mahasiswa dan alumni Unhas yang belajar di luar negeri.

Belanda merupakan salah satu negara yang diidam-idamkan para pelajar dari seluruh penjuru dunia, baik untuk melanjutkan study maupun untuk bekerja. Belanda juga dijuluki Negeri Kincir Angin, itu karena di negara ini banyak terdapat kincir angin yang bisa menghasikan sumber energi.
Di Belanda, saya memulai perjalananku dari bandara Schipol. Negara ini memang terkenal dengan disiplin waktunya, ini terlihat jelas saat tiba di bandara, sopir bus yang akan kami tumpangi terlihat sangat tergesa-gesa memasukkan koper ke bagasi bus, karena ingin tepat waktu berangkat. Hal ini menjadi kesan pertama saya sekaligus memperlihatkan kedisiplinan waktu yang sudah menjadi kebiasaan orang Belanda.
Orang Belanda sangat peduli dengan kebersihan lingkungan. Kita akan jarang menjumpai sampah. Untuk membersihkan taman dan jalan dari daun gugur dan debu, pembersih jalan menggunakan mesin blower, sehingga waktu membersihkan lebih efisien. Bahkan, pengolahan limbah cair diolah dengan profesional hingga menjadi layak konsumsi. Walhasil, semua air keran di Belanda bisa langsung diminum. Jika dibandingkan dengan pengolahan limbah cair yang ada di Indonesia hanya diolah sampai tahap aman bagi makhluk hidup, namun belum layak konsumsi.

Kebersihan dan kenyamanan menjadi hal utama di negara ini. Tranportasi yang terdapat di negara ini di antaranya sepeda, trem, bus, motor, mobil dan kereta. Semua transportasi umum di Belanda memerlukan kartu khusus, seperti di bus, trem dan kereta. Belanda memang negara yang memanjakan warganya. Segala kebutuhan diatur dengan baik, kenyamanannya pun dipertimbangkan.
Selain itu, gunung di Belanda hanya ratusan meter, jika di Indonesia kita menyebutnya bukit, dengan kondisi tanah yang datar. Suhu di Belanda juga sangat dingin, bisa mencapai 70C, saat itu sedang terjadi pergantian musim, belum lagi tiupan anginnya juga kencang. Saat musim dingin, masyarakat Belanda gemar mengkonsumsi minuman beralkohol untuk menghangatkan tubuh.
Pakaian orang Belanda umumnya santai, sangat jarang ditemui perempuan memakai rok, itu karena mereka kebanyakan menggunakan sepeda untuk berkendara. Perbedaan budaya, iklim, dan makanan sangat terasa di sini.
Kuliner di Belanda cukup nikmat, namun jika orang Indonesia menilainya kurang rempah-rempah. Pada umumnya, kita bisa menjumpai salad, kentang goreng, mie, sayuran, sop, daging dan roti. Mata uang negara ini adalah Euro. Berbagai negara di Eropa mempunyai makanan khas yang hampir sama, salah satunya di Belanda, makanan khasnya yaitu roti croissant, roti ini berbentuk bulan sabit, rasanya manis meskipun belum diberi selai.
Kami melanjutkan perjalanan ke Den Haag dengan menaiki bus. Pemerintahan Belanda berpusat di Den Haag, meskipun ibu kotanya bertempat di Amsterdam. Berbeda dengan Indonesia yang menempatkan pusat pemerintahan di ibu kota Jakarta. Kembali ke Den Haag, di sini kita bisa menjumpai patung Williem Van Oranje. Selain itu, di kota ini juga terdapat kedutaan negara-negara asing, salah satunya Kedutaan Besar Republik Indonesia.

Wageningen University and Research (WUR) merupakan universitas di Belanda yang pertama kali memegang akreditasi Internasional dan menjadi salah satu universitas terbaik di dunia. Di universitas ini, terdapat gedung yang dinamakan Forum dan menjadi bagunan terbesar di Universitas Wageningen. Kampus ini sangat rapi dan terorganisir, banyak fasilitas untuk mahasiswa. Dalam gedung Forum tersedia banyak sekali komputer.
Di Universitas Wageningen memiliki proses pengajaran dalam kelas yang punya ciri khas tersendiri, mahasiswa belajar dalam kelompok dan menjadi lebih aktif. Dalam proses belajar kelompok ini, mahasiswa dilatih mengembangkan kemampuan kerja timnya. Mahasiswa di Universitas Wageningen berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Kita sebagai mahasiswa tak perlu ragu dan merasa rendah diri untuk menuntut ilmu.
Dari catatan perjalanan ini, saya berharap pembaca bisa menjadikannya inspirasi untuk membangun Indonesia menjadi lebih hebat dan maju dari sekarang. Ada banyak inspirasi yang dapat kita petik, salah satunya dari Muhammad Ali, “Barang siapa tidak berani mengambil resiko maka ia tidak akan pernah mencapai apapun dalam hidupnya”.
Muh. Fadhli Tawil
Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Perikanan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Angkatan 2014.

Discussion about this post