Tidak banyak dosen yang seperti Dr. Syafyudin Yusuf. Gempa dahsyat berkekuatan 7,2 skala reichter di Lombok telah memanggil jiwanya untuk terjun langsung ke kawasan bencana. Sehari setelah gempa ke dua menggoyang Pulau Lombok, dosen Ilmu Kelautan itu sudah mulai menggalang dana di Whatss App Grup (WAG) yang ia miliki. Hanya sehari saja sudah terkumpul 7,5 juta. Selain uang, ia juga menerima pakaian bekas dari donatur, terutama karpet dan selimut. Dana yang terkumpul di hari pertama, langsung dikirim ke Lombok untuk keperluan pendirian dan operasional dapur umum. Dana diterima relawan Alumni SMA Bima 88 yang telah ia bentuk lewat WA. Sembari masih mengumpulkan dana dan pakaian bekas di Makassar, ia juga memantau pendistribusian bantuan agar tepat guna, barang-barang yang dibeli sesuai kebutuhan korban bencana.
Kamis (9/8) siang, di tengah kesibukan dosen-dosen dengan BKD dan setumpuk kegiatan kampus lainnya, dosen yang sering disapa pak Ipul ini pamit, ia tetap bersikukuh ingin terbang langsung ke Mataram bersama dengan pakaian bekas, selimut dan popok-popok bayi yang dibelinya, beserta dana sebesar 11,1 juta dari hasil pengumpulan dana tahap ke dua dari donatur. Barangkali ia kurang puas dengan hanya mentransfer dana bantuan begitu saja. Tiba diBandara International Lombok, Kepala Marine Station Unhas di Pulau Barrang Lompo ini langsung ke Desa Mambalan, Jeringo, Kekait di Kecamatan Gunung Sari, Lombok Utara. Desa-desa tersebut merupakan lokasi gempa terparah. “Desa-desa itu sudah rata dengan tanah,” tulisnya sambil mengirim foto dan video kondisi desa yang dikunjunginya ke WAG.
“Ada satu dua rumah batu yang masih berdiri, tapi penghuninya sudah tidak mau tinggal karena retak-retak, mereka memilih tinggal di tenda-tenda darurat karena khawatir tertimpa bangunan jika ada gempa susulan. Masjid juga begitu, masyarakat tidak berani lagi shalat di dalamnya,” tulis Ipul lewat WA-nya dari Lombok.
Malam harinya, Ipul mengumpulkan relawan dan beberapa teman SMA-nya yang juga korban gempa yang bersedia jadi relawan. Diinventarisasinya satu per satu kebutuhan korban gempa yang mendesak dari tiga desa yang parah tersebut dari penuturan relawan. Keesokan harinya, dosen Unhas asal Bima ini mulai beraksi. Bersama teman-teman SMA dan iparnya yang memiliki kendaraan, ia menuju kota Mataram untuk membeli berbagai kebutuhan korban gempa. Dalam perjalanannya, ia merekam kondisi bangunan serta keadaan masyarakat dengan androidnya. “95% rumah hancur total. Tenda-tenda masyarakat dan posko campur baur bertebaran di tanah lapang dan di sawah-sawah yang sudah dipanen,” tulisnya melalui WA.
Setelah membeli berbagai kebutuhan seperti beras, telur, air mineral, makanan bayi, biskuit, dan lain-lain, ia lalu ke pelabuhan menjemput berbagai bantuan dari Bima, ada selimut, terpal, tenda, dan tikar. Sore harinya, aksi pendistribusian pun dia mulai. Bersama tim relawan lainnnya, bantuan diberikan ada yang langsung ke posko-posko bencana yang dikoordinir oleh RT atau RW dan ada juga yang perorangan. “Yang mengharukan, banyak juga korban bencana yang tidak terlalu kena dampak ternyata membuat dapur-dapur umum. Meski kelihatan sedih dan pasrah di wajah-wajah para korban, tapi mereka tidak ngotot meminta atau berebutan bantuan,” tulis Ipul.
Entah sampai kapan dosen yang mahir menyelam ini di sana. Hingga hari keempat sejak keberangkatannya belum ada konfirmasi tanda-tanda akan balik. Untungnya ia rajin mengirim aktifitasnya lewat WA. “Bukan pamer, tapi semacam pertanggungjawaban kepada teman-teman dan relasi yang telah menjadi donatur,” tulisnya menimpali.
Ahad 12 Agustus, aktifitasnya sudah bergeser ke arah Lombok Barat, sebuah desa di kaki Gunung Rinjani yang dari foto-foto dan video yang dikirim juga terdampak parah. “Jaga juga kesehatan Pak Ipul, jangan lupa minum madu, tanggal 20 sudah harus masuk kelas,” tulis seorang rekannya melalui WAG.
Penulis : Ahmad Bahar
Pemimpin Redaksi PK. Identitas