Pernah kah anda menduga bahwa ada Korea di dalam Sulawesi? Ya, ternyata di daerah perbatasan antara Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton terdapat sebuah daerah bernama Kampung Korea. Kampung ini berada tepatnya di Kecamatan Sorawolio, Keluharahan Bugi dan Karya Baru.
Dua bulan yang lalu, saya bersama teman tim, Ali Muhasan (Mahasiswa Akuntansi 2014) dan Muh Taufik (Ilmu Ekonomi 2016) mengunjungi kampung tersebut, untuk melakukan penelitian dalam pembuatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Sosial-Humaniora (PKM P-SH) 2018. Pada PKM ini, tim kami merancang blue print pengembangan pariwisata Kampung Korea Suku Cia-Cia. Dalam pembuatan proposal PKM, kami dibimbing oleh Dr. Aini Indrijawati, SE., M.Si., Ak., CA.
Perjalananku menuju kampung korea terhitung cepat. Hanya menghabiskan waktu sekiranya 15 jam dengan menggunakan kapal pesiar. Berangkat dari Pelabuhan Pelindo Makassar menuju Pelabuhan Murhum di Kota Bau-Bau. Untuk mengunjungi Korea tersebut, tentu saja saya tak perlu menggunakan visa maupun pasport. Cukup bermodalkan sekitar 300 ribu rupiah saja untuk membayar tiket pulang-pergi.

Kampung Korea ini dihuni oleh penduduk asli suku Cia-Cia. Pasalnya, suku ini menggunakan aksara hangeul Korea Selatan dalam penulisan bahasa lokalnya. Seperti juga orang Makassar yang menggunakan aksara lontara. Pada papan jalan, papan nama sekolah, bahkan pelajaran bahasa lokalnya menggunakan aksara hangeul. Ciri-ciri khas inilah yang menjadikan Kampung Cia-Cia dijuluki sebagai Kampung Korea oleh masyarakat lokal .
Selain itu, saya juga mendatangi beberapa tempat les belajar bahasa Korea di Kelurahan Karya Baru. Sebenarnya saya berniat pergi ke sekolah anak-anak untuk melihat langsung pembelajarannya, namun kedatanganku kali ini nampaknya tidak begitu beruntung. Mereka sedang ujian, sehingga belum bisa ditemui.
Kendati, saya masih bisa menyaksikan mereka bernyanyi lagu Korea di tempat les lainnya. Ternyata mereka fasih menyanyikan lagu berjudul Geum Se Mari. Selain bernyanyi, mereka juga tahu menulis aksara Korea, bahkan tahu berbahasa Korea sedikit demi sedikit. Buktinya, mereka sudah bisa memperkenalkan diri menggunakan bahasa Korea.

Mengulik sejarah, suku Cia-Cia mengadopsi huruf hangeul Korea sejak tahun 2009. Sebelumnya, aksara yang digunakan adalah arab gundul. Namun, karena penggunaan aksara arab tidak selaras dan membingungkan penutur bahasa Cia-Cia sendiri, sehingga pemerintah setempat menggantinya dengan bahasa Korea.
Sebelumnya, salah seorang penelitian dari Korea mendapatkan kemiripan bahasa antara bahasa Korea dengan bahasa Cia-Cia dalam beberapa “fonem”, berdasarkan hasil studi linguistik pada tahun 2006. Kendati, tetap ada beberpa huruf tersendiri dalam aksara Cia-Cia yang membedakannya dengan aksara Korea. Ketetapan penggunaan aksara hangeul pun ditandatangani berdasarkan kesepakatan pemerintah kota Bau-Bau dengan lembaga riset Korea, pada 21 juli 2009.
Namun, tidak semua warga Cia-Cia bisa menuliskan bahasanya, apalagi dengan menggunakan huruf hangeul. Karena aksara tersebut dianggap masih baru, sehingga hanya diterapkan pada beberapa sekolah saja.
Brand dengan julukan kampung korea yang dimiliki daerah ini ternyata belum mampu memberikan efek peningkatan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Hal ini terlihat dari kualitas hidup masyarakat Cia-Cia yang masih rendah. Bahkan, lebih banyak masyarakat Suku Cia-Cia yang merantau dibanding yang menetap.

Permasalahan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi tim saya. Sehingga saya berharap blue print ini menjadi sebuah batu loncatan bagi Kampung Korea Suku Cia-Cia dalam meningkatkan lapangan pekerjaan dan perekonomian daerah.
Saya dan tim pun berharap penelitian ini dapat menjadi sumbangsih ide dan solusi kreatif bagi pemerintah Kota Bau-Bau, maupun seluruh stake holder setempat untuk mewujudkan Kampung Korea Suku Cia-Cia sebagai Little Seoul, sehingga dapat dikenal oleh wisatawan nusantara maupun manca negara.
Penggunaan tulisan korea bagi suku Cia-Cia di Pulau Buton ini tentu saja menambah keragaman budaya di Indonesia. Dari catatan ini, saya berharap pembaca juga bisa menjadikannya inspirasi, atau menyumbangkan ide untuk kami, sehingga membantu kami dalam membangun Indonesia menjadi lebih hebat dan maju mulai dari sekarang. Semangat indonesiaku!
Penulis : Atikah
Jurusan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Angkatan 2015