Unhas yang mendamba World Class University juga perlu mendamba kelayakan penerapan K3
Keselamatan dalam melakukan pekerjaan adalah harapan bahkan menjadi doa yang setiap hati dipanjatkan. Setiap profesi punya tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan, tidak terkecuali civitas akademika Unhas. Semua profesi pasti punya resiko kecelakaan yang dapat berakibat pada cedera atau bahkan menghilangnya nyawa. Hal tersebut menuntut manusia agar mencari cara meminimalisir resiko kecelakaan yang bisa menimpa yaitu dengan membentuk regulasi dan aksi.
Aturan yang mengatur mengenai keselamatan kerja telah tertuang dalam Undang-undang (UU) No 1 Tahun 1970. UU inilah yang menjadi landasan utama para pimpinan perusahaan ataupun institusi untuk memenuhi kesehatan dan keselamatan para pekerjanya.
“Setiap tenaga kerja dan orang yang berada di tempat kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional,” tertulis dalam UU No 1 Tahun 1970.
Adapun pengertian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sendiri adalah semua ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, ledakan, dan pencemaran lingkungan.
Kampus yang memiliki banyak tenaga kerja dan mahasiswa merupakan salah satu kawasan yang tidak bisa dipungkiri rawan terjadi kecelakaan kerja. Dilansir dari Kumparan.com pada 29 Juli 2022, seorang dosen muda Fakultas MIPA Unhas, Nur Hasanah, harus meregang nyawa setelah terjatuh dari motor saat melintasi gundukan di jalanan area kampus.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Unhas, Supratman SS MSc Phd mengakui bahwa tempat tersebut telah banyak menelan korban. “Memang sudah ada beberapa kecelakaan di situ.Tapi baru ini meninggal,” jelasnya.
Selain di jalan, beberapa tempat di Unhas pun sebenarnya rawan terjadi kecelakaan yang juga bisa menghilangkan nyawa seseorang. Kecelakaan seperti kebakaran, keracunan, maupun terjatuh dari lantai tinggi. Dalam penerapan K3, resiko ini diminimalisir dengan berbagai kelengkapan K3 yang memadai, seperti Alat Pemadam Api Ringan, jalur evakuasi yang memadai, alarm bencana, dan lain-lain.
Tim liputan menemukan masih ada fakultas dan beberapa aset Unhas seperti Ramsis dan kantin yang memang belum memenuhi aspek kelengkapan K3-nya. Namun, beberapa fakultas memiliki kelengkapan K3 yang sudah terbilang sangat baik, contohnya Fakultas Kesehatan masyarakat (FKM) dan Fakultas Teknik (FT).
Saat dimintai tanggapannya terkait hal tersebut, Dekan Fakultas Teknik (FT), Prof Dr Eng Ir Muhammad Isran Ramli ST MT IPM mengatakan alasan dari memadainya penerapan K3 di FT karena sarana dan prasarananya di bangun oleh bantuan pemerintah Jepang, sehingga sudah bertaraf internasional.
“Selain sarana dan prasarana, kami juga memiliki sumber daya manusia handal di bidang K3 sehingga kami membentuk unit pengelola K3,” tutur Isran saat diwawancarai secara via telepon pada Sabtu, (8/10).
Pemenuhan kelengkapan dan penerapan K3 selama ini memang dibebankan ke masing-masing fakultas atau lembaga. Masih kurangnya kesadaran dan budaya K3 juga menjadi tantangan, terutama ketika melakukan akreditasi internasional. Pada taraf internasional, K3 menjadi poin yang sangat penting untuk dipenuhi.
Kendala ini salah satunya dialami oleh Ketua Departemen Sastra Perancis Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Dr Prasuri Kuswarini MA. Ia mengaku bahwa kelengkapan K3 di Departemen Sastra Prancis baru dipenuhi menjelang visitasi akreditasi internasional. Menurutnya, kesadaran lembaga akan pentingnya K3 rendah diakibatkan tidak adanya penilaian K3 dalam akreditasi nasional.
“Baru saja, menjelang AUN-QA karena diminta. Itu belum menjadi budaya kita yah, budaya itu muncul karena adanya akreditasi international,” jelas Prasuri saat di ruangannya, Rabu (5/10).
Sadar akan masalah tersebut, pada perubahan OTK di kepemimpinan Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc, Unhas akhirnya mendirikan Sub Direktorat Sistem Jaminan K3 yang dikepalai oleh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas, Dr Lalu Muhammad Saleh SKM M Kes. Lembaga ini bertanggung jawab melakukan optimalisasi dalam pembenahan K3 yang dirasa masih sangat kurang di lingkup Unhas.
“Ini baru ada semenjak perubahan OTK, jadi sebelumnya memang tidak ada” tutur Saleh saat diwawancarai, Rabu (28/9).
Penanganan bidang K3 di Unhas tidak cukup dengan hanya ditangani oleh masing-masing fakultas atau satuan kerja. Diperlukan lembaga khusus yang menangani masalah K3 di lingkup universitas. Apakah lembaga baru tersebut mampu menyelesaikan masalah terkait penerapan K3 di Unhas? Lantas bagaimana subdirektorat ini bekerja untuk melindungi seluruh civitas akademik dari bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja?
Tim Liputan