Para Mahasiswa protes adanya parkir berbayar di beberapa fakultas, dan wilayah lain di Unhas. Sementara, Kepala Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga, Drs Jursum MM mengelak dengan mengatakan, tidak ada parkir yang berbayar di Unhas. Dua pernyataan berbeda ini tampaknya bermula lantaran tidak jelasnya aturan soal perparkiran.
Siang itu, Harweni Banne Lidung, hendak bergegas meninggalkan kampus. Mahasiswa Departemen Sastra Jepang kemudian naik di atas motor yang baru dua bulan terakhir dibelinya. Ketika ingin keluar dari tempat parkir di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), di samping pintu masuk parkiran, seorang lelaki melambaikan tangannya memberikan isyarat bahwa ia harus membayar biaya parkir.
Memang tak banyak yang harus dia bayar, cukup dengan uang Rp 2000, Harweni sudah diizinkan keluar oleh si tukang parkir. Namun, jika dikalkulasi, dalam sebulan ia bisa mengeluarkan uang sebanyak 40.000 hanya untuk membayar biaya parkir. Mahasiswa angkatan 2016 itu juga mengungkapkan, dirinya pernah melihat sebuah papan bicara yang bertuliskan parkir gratis di depan posko jaga. Namun, sekarang tulisan tersebut sudah tertutup oleh sebuah spanduk.
“Tukang parkir di FIB biasa ki’ na tahan kalau mau keluar dari parkiran, dia melambaikan tangan. Kasihan juga kalau tidak dikasi. Tapi lucunya itu ada ditulis parkiran gratis di depan posnya, cuman tertutup mi sekarang,” ungkapnya, Rabu (14/11).
Senada dengan Harweni, Erwin Jufri juga membayar biaya parkir di fakultasnya. Namun, Mahasiswa Fakultas Peternakan membayar uang parkir tak sesering Harwei yaitu dua kali dalam seminggu. Meski tak diwajibkan, ia mengaku memberikan uang jaga kendaraan kepada tukang parkir itu karena rasa iba.
“Saya sering bayar parkir di fakultas. Kan di pos parkir cuman ditaruh celengan jadi seikhlas dan semampunya ji mahasiswa,” jelasnya, Kamis (15/11).
Pernyataan Erwin dibenarkan oleh tukang parkir Fakultas Peternakan, Maaruf. Ia merasa tidak pernah memaksa untuk membayar sewa parkir. Namun, bila mahasiswa ingin memberikan, maka ia tidak menolak. Selain itu, ketika mahasiswa juga tidak punya uang, ia tidak akan menahannya.
“Di sini sebenarnya tidak ada paksaan untuk membayar, kadang mahasiswanya ji yang memberi seikhlasnya. Walau pun tidak ada uangnya, mahasiswa tidak ditahan.,” ungkapnya, Rabu (17/10).
Lebih lanjut, Maaruf mengatakan, sejak dulu hingga sekarang Unhas memang belum memiliki aturan terkait parkiran. Sehingga untuk hal seperti ini, ia kembalikan lagi ke pihak fakultas.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh litbang PK identitas Unhas kepada 428 mahasiswa aktif, sebanyak 59,2% mahasiswa mengaku sering membayar biaya parkir di lingkungan Unhas. Lalu, 31% menyatakan jarang, dan selebihnya menerangkan tidak pernah.
Bahkan, 1,8% mahasiswa membayar lebih dari Rp 5000. Sedangkan 5% nya lagi membayar sebesar Rp 3000-5000. Dan, sisanya`membayar Rp 1000-2000. Penelitian ini menggunakan metode pencuplikan otomatis dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga Unhas, Drs Jursum MM justru memberikan jawaban yang cukup mengejutkan. Ia mengatakan, semua wilayah di Unhas tidak ada parkir yang berbayar. Lantaran, tambahnya, pihak Unhas menempatkan tim keamanan dan pegawai untuk menjaga keamanan di setiap fakultas.
“Sampai saat ini, di wilayah Unhas tidak ada parkir yang berbayar. Hampir setiap fakultas, Unhas tempatkan Satpam dan pegawai untuk menjaga di sana,” jelasnya, Kamis (25/10).
Adapun, ihwal aturan perparkiran, Jursum mengutarakan, kampus pernah memasang papan bicara di setiap tempat parkir di Unhas bertuliskan, parkir di Unhas gratis. Namun, keberadaan papan bicara itu, kini susah didapat atau bahkan tidak pernah ada lagi. Ada saja oknum yang kurang senang, dan mencabut serta merusaknya.
Tidak jelasnya aturan soal perpakiran itulah yang kiranya membuat asal-usul tukang parkir yang tidak jelas. Atau tidak adanya perekrutan resmi tukang parkir di Unhas. Padahal, 74,5% mahasiswa Unhas menganggap pentingnya keberadaan tukang parkir. Namun mereka berharap, parkir di Unhas sebaiknya digratiskan dengan cara menggaji penjaga kendaraan itu agar tidak meminta sewa parkir lagi.
Seperti yang diutarakan oleh Lhorensia, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Unhas. Ia menganggap bahwa keberadaan tukang parkir di Unhas dibutuhkan. Hanya saja pihak Unhas harus menggajinya agar tidak memungut biaya parkir lagi.
“Keberadaan tukang parkir sebenarnya dibutuhkan, namun menurut saya pihak Unhas harusnya yang menyediakan dan menggajinya sehingga tidak ada lagi pungutan biaya parkir,” harapnya, Rabu (24/10).
Masalah perparkiran di Unhas memang sudah menjadi persoalan yang sangat lama. Namun, Unhas tampaknya tak mempermasalahkan kasus parkir berbayar tersebut. Hingga kini, regulasi tentang parkiran di Unhas hanya sebatas papan bicara saja. Padahal berdasarkan hasil survei yang dilakukan, sebanyak 85,6% mahasiswa Unhas membutuhkan aturan tertulis terkait parkiran di Unhas.
Metode penelitian
Jajak pendapat dilakukan dengan dua cara yaitu menyebarkan kuesioner dengan mendatangi langsung responden dan melalui google formulir. Penelitian ini dilaksanakan litbang data identitas pada 2-9 November 2018. Jumlah responden ialah 436 mahasiswa aktif yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan otomatis dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Meski demikian, kesalahan di luar pencuplikan dimungkinkan terjadi. Hasil jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa Unhas.
Reporter: Wandi Janwar