“Kerja dengan hati. Kerjakan tugas dan tanggungjawab walau tidak ada yang melihat, tidak dipuji manusia atau pimpinan karena ada Allah maha melihat.”
Pesan tersebut diungkapkan oleh Herminingsih, alumnus Sastra Prancis Unhas penyintas gempa Palu 2018 yang menewaskan hingga 4000 jiwa. Tak ayal, gempa tersebut memberikan kenangan buruk bagi warganya. Tak terkecuali Herminingsih, bukan hal yang mudah menjadi seorang penyintas di tengah porak poranda gempa berkekuatan 7,4 SR, namun Herminingsih telah membuktikan ada kebaikan yang bisa dilakukan dalam situasi apapun.
Saat masa pasca gempa, tim kemanusiaan dari Prancis datang ke Palu membawa bantuan untuk para korban. Angkatan pertama Sastra Prancis Unhas itu diminta datang ke basecamp di daerah Touwa, Palu Selatan untuk membantu tim tersebut dalam menerjemahkan bahasa Prancis ke bahasa Indonesia.
Salah satunya adalah saat Dinas Kesehatan menyambangi lokasi untuk melakukan pengecekan proses produksi air yang akan didistribusikan ke semua rumah sakit di Palu. Ia juga pernah membantu menerjemahkan kepada tim reporter dari stasiun TV swasta Indonesia saat liputan.
Selama kurang lebih satu bulan menjadi juru bahasa untuk tim kemanusiaan Prancis, Herminingsih menolak pemberian uang lelahnya dan memilih disumbangkan untuk korban gempa lainnya. Ia mengungkapkan, ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan karena ia adalah salah satu korban yang selamat.
“Saya ikhlas beramal karena semata-mata ingin berkontribusi sebagai warga Palu yang selamat dan sebagai rasa syukur ada Équipé (red: tim) dari Prancis yang datang membantu korban bencana,” ujarnya.
Atas dedikasi dan aksi heroiknya, Herminingsih menerima medali penghargaan kehormatan “Chevalier dans l’ordre des Palmes Académique” dari Konsulat Prancis pada tanggal 23 Februari 2023. Sebuah penghargaan yang diberikan kepada akademisi dan guru yang berkontribusi besar pada bidang layanan pendidikan. Penghargaan ini ia terima atas usulan dari Monsieur (red: sapaan Tuan dalam bahasa Prancis) Benoit, yang dulunya menjabat sebagai direktur Institut Français Indonesia (IFI) Surabaya.
“Saya kerja dengan hati, saya bahkan tidak tahu kalau Monsieur Benoit diam-diam telah merekomendasikan sejak tahun 2021 sebagai kandidat peraih medali kehormatan tersebut,” ungkapnya.
Ketertarikan Herminingsih dengan bahasa Prancis yang membawanya menerima penghargaan tersebut muncul pertama kali ketika ia menonton salah satu stasiun televisi Indonesia. Dari situlah ia merasa bahasa Prancis adalah bahasa yang unik dan keren. Akhirnya pada tahun 1994, Herminingsih memutuskan untuk berkuliah dengan mengambil program studi Sastra Prancis di Universitas Hasanuddin.

Selama kuliah, Herminingsih aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Sastra Prancis (HIMPRA) Unhas dan Forum Mahasiswa Studi Prancis se-Indonesia (FMSPI). Ia juga mengungkapkan ketika timnya dari Himpra menjadi juara umum dalam Sejour Olimpiade Bahasa Prancis di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hingga akhirnya ia lulus sebagai sarjana Sastra Prancis pada 1999.
Berpuluh tahun menekuni sastra Prancis ditambah 17 tahun menjadi pengajar bahasa Prancis menjadikan bahasa tersebut sebagai bagian dari hidupnya. Bahkan saat ini, ia adalah satu-satunya guru bahasa Prancis di kota Palu.
Herminingsih berprofesi sebagai guru Bahasa Prancis di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Palu dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Agama Kota Palu. Tidak hanya itu, ia juga pengajar bahasa Prancis di International Office dan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Bahasa Indonesia Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah.
Dalam perjalanan hidup Herminingsih, bukan hanya kemahiran dalam berbahasa Prancis yang patut diapresiasi, namun bagaimana rasa kemanusiaan yang ia tanamkan dalam dirinya tanpa mengharap pujian dari orang lain. Herminingsih menuturkan, ia termotivasi dari rasa keikhlasan dan kejujuran dari Nabi Muhammad. Ia yakin, segala hal yang dilakukan dengan hati yang ikhlas akan mendatangkan berkah serta bermanfaat dan membawa kebaikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Penghargaan yang diraihnya juga tidak semata-mata didapatkan secara instan, semua melalui proses yang panjang. Herminingsih mengatakan, kadang Tuhan tidak memberi apa yang kita minta, tapi kita diberi apa yang kita tidak minta.
“Mungkin ada sesuatu yang menjadi rahasia Allah karena kadang baik menurut manusia tapi mungkin buruk di mata Allah dan kita tidak tahu jika semata hanya dunia yang dikejar,” pungkasnya.
Nabila Rifqah Awaluddin