Sekira benderang mulai meradang
Nyatanya bencana gagap semakin kalap
Banjir, menimbun harapan mencuat belulang
Tangisan meronta tak mungkin diredam
Apa ketakutan terbesar?
Kala ibu bapak pergi tanpa pamit
Seketika menghilang
Seketika duka datang
Jiwa tak berdosa dari mereka yang ditinggalkan
Sembari memaki Izrail dan maut yang bergamit
Kenapa harus daerah kami?
Kenapa kau timbun ibu bapak dengan sembari?
Kenapa kau sengaja buat yatim piatu tersandang di pundak ringkih ini?
Seluruh pertanyaan membabi buta
Kau sebut kami barbar pun tak apa
Kenapa tak kau jatuhkan saja rumah apatis kaya itu?
Kenapa kau lebih pilih meluluhlantahkan rumah sederhana?
Dibanding rumah yang mereka sebut istana.
Dimana keadilan mesti dituntut serupa?
Atau jelas bagimu kami pion dunia?
Menyalahkan tuhan adalah jawaban segala
Persetan durhaka kau sebut
Toh nyatanya yang peduli segelintir manusia saja
Lucunya bahkan kain kafan pun tak kami punya
Penulis: Iswatun Khazanah,
mahasiswa Geofisika, FMIPA Unhas,
angkatan 2018.