Judul Buku: Malas Tidak Sama Dengan Miskin Karena Malas Butuh Biaya Lebih
Penulis: Nopitasari
Penerbit: C-Klik Media, 2021
Kategori: Motivasi
ISBN: 978-623-357-020-6
Dimensi: 14 x 20 cm l Softcover
Tebal: 194 hlm l Bookpaper
Malas adalah suatu kondisi yang tentunya semua orang pernah merasakan. Ketika membaca resensi ini saja, ada kemungkinan rasa malas juga muncul. Atau mungkin kamu membaca resensi ini karena sedang “malas” kerjakan tugas atau sudah merasa cukup bermalas-malasan tapi bingung bagaimana menghilangkan rasa malas ini.
Tingkah laku ini sebenarnya wajar karena semua manusia pasti merasakan suatu titik di mana ingin rehat dari padatnya kesibukan. Bahkan orang-orang yang rajin dalam segala hal pada ujungnya akan ketemu pada titik malasnya.
Malas adalah hal yang sangat luas, namun dalam buku yang berjudul Malas ≠ Miskin : Karena Malas Butuh Biaya Lebih merincikan mengenai mengapa malas itu merugikan kita semua, baik pekerja, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya.
Buku yang ditulis oleh Nopitasari ini dimulai dengan menceritakan apa itu sebenarnya malas. Menurut studi yang dilakukan pada tahun 2015 yang diterbitkan dalam Journal of Health Psychology, para penelitian menjelaskan bahwa kemalasan adalah kebutuhan kognisi. Arti dari kognisi tersebut adalah keyakinan mengenai suatu hal yang diperoleh dari proses berpikir atau kejadian.
Para peneliti tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya orang yang memiliki Intelligence Quotient (IQ) tinggi umumnya tidak mudah bosan yang mengakibatkan mereka kurang aktif dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk berpikir. Jadi dapat dikatakan bahwa kemalasan dinilai dari cara memandang sesuatu, bukan dari tingkah lakunya seseorang. Jadi tidak semestinya malas itu hal yang buruk.
Saat lebih jauh membaca buku ini, kamu akan berpikir mengenai beberapa pernyataan yang diceritakan oleh penulis. Pastinya kita sebagai manusia ada suatu titik dalam hidup kita di mana kita harus mengurangi bermalas-malasan. Tingkah laku ini juga tidak semestinya salah kita sendiri, kadang diakibatkan oleh faktor eksternal. Capek, banyak pikiran, ada masalah, patah hati, juga adalah beberapa faktor penyebabnya.
Menyadari bahwa malas adalah suatu hal bisa menunjukkan beberapa hal seperti bahwa kamu memang butuh istirahat setelah bekerja terus, tapi harus perlu diketahui juga bahwa jika sering bermalasan dapat menjadi kebiasan yang buruk. Tingkah laku ini seringkali mengakibatkan dampak negatif terhadap orang-orang sekitar kita, apalagi untuk kamu yang sudah bekerja.
Bagi sebagian besar manusia memiliki bentuk pekerjaan baik pekerja kantoran, rumah, bahkan pelajar bisa dikatakan sebagai bentuk pekerjaan. Dalam buku ini dijelaskan semacam konsep mengapa kemalasan itu sangat penting yakni ‘Malas – Kebutuhan – Kerja’.
Sebagai manusia wajarlah jika malas tapi tentunya kita harus sadar dengan perilaku malas kita merugikan banyak orang. Jadi bisa dikatakan itu hal yang tidak wajar. Jadi misalnya ketika kita menjalani pekerjaan sebagai pribadi pemalas, apakah kebutuhan kita terpenuhi? Tentunya tidak.
Maka jika kebutuhan menggunung namun masih malas untuk bekerja, akan berdampak ke kita sendiri. Apalagi jika merasa bahwa kebutuhan kamu sendiri lebih tinggi daripada yang lain, maka seharusnya kamu bekerja lebih giat. Hal tersebut ditegaskan oleh penulis dengan sebuah pernyataan, “Menjadi malas itu pilihan, menjadi kaya juga pilihan”.
Jika merasa bahwa sudah cukup bermalas, maka ada dua cara untuk menemukan motivasi agar lebih giat bekerja yakni bekerja keras dan bekerja cerdas. Salah satu ciri pekerja keras yakni orang yang berusaha selalu fokus dengan yang apa di depannya. Penulis menjelaskan bahwa dalam bekerja harus ada selang istirahat minimal lima menit agar otak segar.
Lebih lanjut, buku ini sebenarnya bercakupan luas dan menceritakan berbagai hal. Mulai dengan apa itu malas sebenarnya, mengapa malas mempengaruhi pekerjaan kita, tips menjadi pekerja, dan bagaimana menemukan motivasi untuk bekerja. Hal yang ditekankan dalam penulis adalah kita harus bertanya mengapa kita malas, atau why dalam kita sendiri. Mengapa demikian? karena jika kita sudah berintropeksi kepada diri kita sendiri, harapannya akan dapat ditemukan jalan keluar untuk berhenti bermalas.
Muhammad Alif M.