Derasnya arus digital saat ini mengharuskan semua sektor menyesuaikan dengan perkembangan zaman, tak terkecuali bagi media, baik lokal maupun nasional. Jika dulunya informasi yang akurat hanya bisa didapatkan dari surat kabar cetak seperti koran atau majalah, kini kehadiran gadget memudahkan kita untuk mengaksesnya.
Dampaknya, surat kabar cetak yang dulunya menjadi sumber pendapatan suatu media, kini kurang diminati dan mulai ditinggalkan. Salah satu upaya yang banyak diterapkan di media demi keberlangsungan perusahaan adalah beralih ke dunia digital dan memanfaatkan monetisasi dari berbagai paltfrom untuk meraup rupiah. Lantas seperti apa peluang dan tantangan yang dihadapi dalam memonetisasi konten produk jurnalistik di era digital seperti sekarang ini? Simak kutipan wawancara Reporter Identitas, Urwatul Wutsqaa bersama Dahlan Dahi, Chief Digital Officer K G Media via whatsAapp, Senin (26/10).
Di era saat ini media mulai melirik online seperti kompas, tempo dan tribun yang makin menggencarkan produknya secara daring. Sebesar apa peluang media ketika memasuki dunia online apalagi jika cakupannya media kampus?
Kehadiran digital membuka akses bagi pembaca untuk mendapatkan informasi. Jika hanya melalui dunia cetak, akses ini dibatasi oleh wilayah tertentu. Digital membuka akses ini sehingga bisa dinikmati oleh siapapun dan dari manapun serta bisa diakses secara gratis. Dua hal itu membuat jumlah konsumen media massa membesar seketika. Jika dulu hanya ada 15 juta orang yang mempunyai akses untuk membeli majalah sekarang diasumsikan semua pengguna internet adalah orang yang punya akses terhadap informasi sehingga jumlahnya melonjak menjadi 150 jutaan. Kalau dilihat dari sisi peluang, jelas peluangnya sangat besar.
Kemudian, media itu memiliki empat fungsi yaitu konten, bisnis, operasional dan teknologi. Pada umumnya media kampus pada rana teknologi itu tidak ada. Menurut saya tantangan media kampus itu bagaimana mendidik tenaga sales dan tenaga marketing andal, sebagaimana mereka mendidik editor dan reporter andal.
Ketika kita masuk ke digital, kita menghadapi lingkungan yang sangat berbeda. Kalau di media cetak, fungsi untuk mendapatkan pendapatan benar-benar dikelola oleh orang bisnis. Sedangkan di media digital setiap konten yang dihasilkan oleh redaksi bisa mendatangkan pendapatan. Sehingga yang menjadi tantangan adalah bagaimana orang konten menghasilkan berita menarik dan dibaca orang serta berguna agar orang bisa membagikannya di berbagai media sosial.
Apa saja langkah awal yang harus ditempuh media kampus untuk beralih ke online agar bisa bertahan dan dapat menghasilkan uang?
Media kampus sebenarnya instrumen dari kampus untuk memberikan pendidikan kepada mahasiswa. Bagaimana negara melalui kampus menyediakan pers bagi mahasiswa untuk melatih diri menjadi tenaga profesional di bidang media. Karena biayanya disponsori oleh kampus, maka sebenarnya teman-teman di pers kampus tidak didorong untuk mencari profit. Makanya organisasi pers kampus itu biasanya tidak terlatih untuk menentukan harga dan strategi marketing.
Sedangkan untuk pers kampus yang tidak disponsori oleh rektorat, mereka cenderung lebih terlatih menghasilkan uang. Yang perlu dilakukan adalah membuat pelatihan untuk memahami media digital, sebab sangat berbeda dengan media cetak. Media digital tidak hanya menuntut kalian pintar bikin berita, tapi harus juga mengenali platformnya, harus mengenali game play yang ada di jurnalistik. Buat pelatihan yang besar untuk mulai mempelajari itu.
Sebenarnya jenis konten seperti apa saja yang bagus diproduksi, utamanya media kampus di tengah pandemi seperti ini?
Konten relevan yang orang butuhkan. Selama ini, pers kampus topiknya fokus pada isu kemahasiswaan. Kalau isu kemahasiswaan yang dibahas hanya pada rana kampus, tentu potensial pembacanya hanya sampai mahasiswa. Tapi kalau isu kemahasiswaannya ditarik menjadi umum, potensial pembacanya bukan mahasiswa saja. Digital ini memang memaksa kita untuk mendefinisikan ulang produk kita. Untuk menghasilkan konten yang menarik, kita perlu memahami siapa target pasar kita. Sebenarnya pemilihan konten itu bukan hanya karena berita itu menarik, yang terpenting adalah konten yang diproduksi harus relevan dengan target pembacanya. Orang hanya akan membaca konten yang relevan dengan dirinya termasuk berita di saat pandemi seperti sekarang.
Bagaimana dengan media kampus yang masih mempertahankan idealismenya menghasilkan produk jurnalistik berupa cetak, apakah masih ada kemungkinan untuk menghasilkan uang?
Tentu masih bisa. Saat ini ada media yang masih mengasilkan uang dari cetak. Namun yang menjadi pertanyaan semua orang, berapa lama lagi? Orang juga masih terus mencari jalan keluar bagaimana media cetak bisa bertahan. Saat ini masih ada media yang oplahnya terjual lebih dari 100 ribu perhari. Permasalahannya bukan soal cetak atau online. Media print bisa mati tanpa digital distruption, bahkan tanpa kompetitor. Jadi digital itu bukan satu-satunya pembunuh media massa. Media massa bisa dibunuh oleh kesalahan manajemen, pemimpin serta karyawan yang tidak benar, dan banyak contoh media yang tidak ada pesaingnya sama sekali malah ambruk. Siapa musuhnya? Pembacanya. Kalau pembacanya merasa konten yang disajikan sudah tidak relevan, yah selesai lah media itu. Bahkan ketika media beralih ke digital pun, tapi kontennya tidak relevan, itu bisa mati juga.
Terakhir, apa tips Anda untuk media kampus agar tetap berkarya walaupun produk jurnalistiknya saat ini belum menghasilkan uang?
Kalau rektorat masih membiayai, sebenarnya tidak ada masalah dari sisi rutinitas terbit. Salah satu yang saya ketahui terkait tujuan didirikannya media kampus adalah supaya mendidik mahasiswa menjadi wartawan yang profesional, jadi ada fungsi utamanya yaitu pendidikan. Fungsi utamanya bukan berbisbis, bukan untuk mencari laba.
Meskipun begitu, media-media tetap perlu mengelola sisi bisnisnya, bukan untuk mencari laba, tapi buat latihan. Supaya media kampus itu tdak hanya menghasilkan reporter, tapi juga menghasilkan sales marketing, tenaga markom yang bagus, kalau perlu ada orang teknologinya juga. Sehingga kampus pun menjadi tempat andal untuk mempersiapkan tenaga terdidik yang jago masuk ke pasar media umum.
Data Diri :
Nama Lengkap : Dahlan Dahi
Riwayat Pendidikan : S1 Jurusan Ilmu Politik Universitas Hasanuddi
Pengalaman Kerja :
Chief Digital Officer (CDO) Kompas Gramedia, Jul 2019 – Saat ini
Chief Executive Officer KG Media, Okt 2020 – Saat ini
Vice Chief Executive Officer KG Media, Jul 2020 – Okt 2020
Direktur BolaSport.com, Juli 2017- Saat ini
Direktur Eksekutif Grid.ID, Februari 2017- Saat ini