Komunitas pemuda peduli merupakan salah satu perkumpulan yang bergerak di bidang kepedulian sosial. Masih tergolong baru, tak menyulutkan semangat berbagi ilmu dengan masyarakat desa yang buta aksara.
Elina Lestari Saputri awalnya mengadakan kegiatan “Kampung Mengaji”. Dalam kegiatan itu, ia mengajak pemuda untuk ikut serta berbagi ilmu kepada masyarakat desa. Lalu, dengan dorongan ayahnya, ia menghimpun para pemuda itu untuk membentuk komunitas bernama ‘Pemuda Peduli’.
Dengan sistem yang terstruktur memungkinkan berjalannya kegiatan dengan mudah, peran pemuda dalam membangun daerah dan bantuan pemerintah dapat membantu jalannya proses revolusi ke arah yang lebih baik, tuturnya.
Awal terbentuknya, Elina hanya memiliki lima anggota yakni Andi Hamka Nur, Asdania, Tri Utami Putri, Ade Alifianty dan Andi Saidil. Melalui kegiatan Kampung Mengaji, mereka berpikir untuk mengembangkan sumber daya manusia dan daerah melalui pendekatan religius dan intelektual.
“Setiap orang, setiap elemen punya sumbangsi yang sama mau umurnya tua atau muda, jadi saya berpikir akan sulit mengubah dunia jika tidak mengubah desa kita dulu, daerah kita dulu”, ujar Elina.
Seiring berjalannya waktu, banyak pemuda dari berbagai universitas yang berminat untuk bergabung dalam komunitas tersebut. Hingga kini sudah mencapai 32 orang anggota yang tersebar dari beberapa universitas di Makassar. Pemuda yang tergabung dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UIN), Universitas Muhammadiyah (Unismuh), dan STAIN Bone.
Seluruh pemuda yang ingin bergabung dipersilahkan, karena untuk memberi tidak ada batasannya”, ujar Elina selaku koordinator umum.
Setelah terbentuk, komunitas ini mengadakan kegiatan Kampung Mengaji di Kabupaten Bone. Dalam kegiatan itu, Pemuda Peduli melakukan pendekatan religius. Selain itu, lantaran masih besarnya angka buta aksara, Elina bersama kawan-kawannya tidak hanya mengajar mengaji, namun juga bahasa inggris, pengetahuan umum, dan bahasa daerah.
Kami memilih bahasa daerah, karena sekarang bahasa daerah mulai tidak digunakan lagi”, terangnya.
Mahasiswa Unhas angkatan 2015 ini menjelaskan, kegiatan mengaji setiap malam dilakukan dengan tujuan membantu dan berbagi dalam hal religius. Sedangkan kegiatan belajar bersama telah diprogramkan sesuai hari libur, guna lebih mengantisipasi kejenuhan anak-anak karena rutinitas di sekolah yang juga padat.
“Kegiatan mengaji selalu dilakukan, dan kami membuat buku rapor untuk nantinya di evaluasi, pada dasarnya kegiatan ini telah diprogramkan dengan baik”, katanya.
“Sebelum melakukan kegiatan memang kami berintegrasi dengan pemerintah, seperti acara pengajian tiap malam itu sudah dibicarakan dengan imam sekitar dan kegiatan lain, jadi memang didukung oleh masyarakat sekitar,” tambahnya.
Lebih lanjut, Elina mengungkapkan, jarak dan waktu tempuh yang menjadi kendala utama dalam mengontrol kegiatan di daerah. Ditambah, Elina dan teman-temannya masih menempuh pendidikan di Kota Makasar. Tak jarang, Elina hanya mengontrol perkembangan kegiatan melalui anggotanya yang berada di daerah.
Berumur satu tahun, komunitas ini tak memiliki banyak persyaratan untuk merekrut kadernya. Hanya dengan mempertimbangkan sejauh mana keinginan dan alasan untuk bergabung serta memiliki umur minimal 17 tahun.
“Komunitas ini ada karena kita ingin memberi bukan untuk diberi, luruskan niat, tentukan tujuan, dan jangan tanyakan apa yang akan kamu dapat tapi apa yang kamu beri”, imbuhnya.
Rencananya, kegiatan yang bertajuk Gemar Peduli Kampung akan diadakan dalam waktu dekat. Ia berharap, setiap pemuda mau menjadi pelopor daerah masing-masing, menjadi pemuda yang berkomitmen, dan bertanggung jawab.
Keberhasilan dalam kegiatan ini, lanjutnya, saat melihat orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
“Bahagia bukanlah dinilai seberapa banyak dan megah barang yang ada disekitar, namun hanyalah dengan menikmati apa yang dilakukan sekarang dengan hal yang sederhana, itulah kebahagiaan,” tegasnya.
Tak lupa ia berpesan kepada pemuda-pemudi, bahwa Indonesia bukan maju hanya karena pemimpinnya. Setiap elemen, peran, dan lapisan masyarakat termasuk pemuda, masing-masing punya peran untuk membangun Indonesia. “Modal terbesar bukan materi atau tingkatan pendidikan namun karena kita ‘muda’, semangat muda untuk membangun Negeri kita,” tutupnya
Resky Ida Suryadi