Kawasan Adat Ammatoa merupakan sebuah suku yang berada di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan budaya dan kehidupan masyarakatnya yang unik, menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjungnya, baik yang berasal dari Sulawesi Selatan maupun dari luar. Kawasan adat tersebut berada dalam sebuah hutan lindung yang masih dijaga kelestariannya oleh Ammatoa (pemangku adat). Ketika berada di Kawasan Adat Ammatoa, anda akan menjumpai panorama hutan lindung, serta keunikan adat istiadat dan budaya yang masih terpelihara rapi.
pakaian serba hitam tanpa alas kaki sama sekali
Ketika memasuki Kawasan Ammatoa, anda mungkin akan terheran-heran melihat pakaian masyarakat di sana yang serba hitam tanpa alas kaki. Sebelum memasuki gapura bertuliskan “Selamat Datang”, sebaiknya anda segera mengganti pakaian, seperti yang biasa digunakan masyarakat setempat. Setelah melewati gapura, anda juga bisa berjalan kaki menuju Dusun Benteng, tempat kediaman Ammatoa.
Keunikan Rumah Penduduk Adat Ammatoa
Mungkin anda tidak pernah mendapati desain dan interior rumah seperti di Kajang. Di tanah dimana tempat Ammatoa (pemangku adat Kajang) tinggal ini, bentuk rumahnya sangat unik. Rumah penduduk dalam kawasan ini semuanya sama, dimana pada masing-masing rumah mempunyai posisi yang sama, dengan dapur pada posisi di depan dekat ruang tamu. Jika masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki dapur pada bagian belakang rumah, namun di kawasan Ammatoa justru dapurlah terlebih dahulu yang akan menyambut kita bila pertama kali naik ke tangga rumah.
Menurut informasi yang saya dapatkan saat berkunjung ke lokasi ini, posisi dapur yang berada di depan tersebut, memiliki filosofi tersendiri. warga Suku Kajang mendesain rumahnya dengan posisi dapur berada di bagian depan, dengan maksud untuk menunjukkan kepada siapapun yang bertamu, langsung menyaksikan apa-apa saja yang dimiliki oleh si pemilik rumah, sehingga tidak ada alasan untuk si tuan rumah tidak menyajikan makanan untuk tamunya, jika memang ada.
Tenunan Sarung Hitam jadi Buah Tangan
Jangan salah jika di tanah yang terkenal dengan nama tukamase-mase (orang miskin) ini, anda menjumpai warga yang menggunakan pakaian yang serba hitam. Apa yang mereka kenakan itu adalah hasil buah tangan mereka sendiri, baik baju, sarung, celana, maupun penutup kepala. Di kawasan ini, banyak penghasil sarung hitam yang tidak anda jumpai di beberapa daerah di Indonesia. Sungguh luar biasa masyarakat di sini, karena pakaian yang mereka pakai dibuat secara tradisional tanpa ada sentuhan teknologi yang berbau modern. Bahan dan alat-alatnya pun mereka usahakan sendiri. Adapun bahan yang mereka gunakan adalah daun tarung, sebuah tanaman yang dibuat sebagai bahan dasar sarung hitam tersebut. Dan uniknya, ternyata sarung yang mereka buat ini termasuk salah satu pekerjaan para ibu rumah tangga di sana. Bahkan tak sedikit dari buah tangan mereka menjadi buah tangan para pengunjung yang ingin membawa pulang oleh-oleh. Harganya bermacam-macam, tergantung kualitas dan ukurannya.
Penulis : Muliana Mursalim,
Ketua Forum Lingkar Pena Ranting Unhas 2018.
Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas,
Angkatan 2016.