“Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
~QS. Surah Al-Insyirah: 5-6
Kampus Merah. Di sinilah Fira menyandang status sebagai mahasiswa baru dua tahun yang lalu. Sebagai mahasiswa baru (Maba) yang masih fakir akan dunia kampus. Fira berusaha mencari wadah yang bisa membantunya untuk mengekspresikan diri. Ia pun menjatuhkan pilihannya kepada ‘identitas’.
Identitas, namanya begitu unik bagi sebuah organisasi yang bergelut dalam bidang jurnalistik. Kata identitas begitu dekat dengan Maba yang sedang mencari jati diri atau identitas diri. Berawal dari inilah, mendorong rasa penasaran Fira untuk mencari alasan pemberian nama tersebut. Sehingga, detik ini, ia telah berproses di identitas kurang lebih dua tahun lamanya.
Menengok ke belakang, Fira merindukan masa-masa magang (tahap awal untuk menjadi kru di identitas) bersama teman-temannya. Ponsel pintar miliknya dipenuhi oleh notifikasi-notifikasi dari grup Line. Grup itu berisi liputan-liputan yang sudah dipesan oleh si pengirim. Artinya, Fira dan teman-teman lainnya harus berinisiatif mencari liputan sendiri. Mereka berusaha untuk memenuhi target yang ditentukan kordinator liputan (Korlip) saat rapat redaksi.
Tiap hari mereka mencari liputan, wawancara, lalu mengolah data dan menuliskannya. Bekerja di bawah tekanan nan penuh tantangan. Begitulah rutinitas mereka. Kadang kala rasa jenuh mulai melanda diri. Belum lagi, penugasan yang tidak deadline penyebab keterlambatan terbit. Ditambah lagi amanah kepanitiaan yang juga harus dikerjakan.
Stres pun datang menghampiri Fira. Kantung mata Fira tampak menghitam seperti mata panda. Pola makannya pun tak dipedulikannya. Beban pikiran membuatnya susah tidur.
Hari demi hari berganti, entah sudah berapa lama Fira berdiam di dalam indekosnya. Ia tak tahu kepada siapa dia harus berbagi cerita. Matanya selalu terlihat sembab akibat derai air matanya yang mengalir deras.
Teman-temannya kuliahnya merasa iba melihat kondisi Fira seperti ini. Syasa, salah satu teman jurusannya bertanya mengenai keadaannya. “Ra, kamu baik-baik saja kan ?” Tanya Syaya. Fira menjawab, “Iya Sya, aku baik-baik saja kok, percayalah,” katanya dengan mata berbinang dan suaranya yang mulai bergetar. Fira masih berusaha mempertahankan benteng yang telah ia bangun. Tak ingin ada satu pun orang mengetahui bahwa ia sedang rapuh.
“Maafkan aku, aku tak ingin membuatmu khawatir. Hanya saja, aku belum siap menceritakan masalah yang kuhadapi,” ucap Fira dalam batinnya pergi meninggalkan Syasa.
Namun, Syasa tiada henti menghubungi Fira setiap saat. Syasa mengirimkan pesan singkat ke Fira. “Ra, aku lapar nih, temani aku makan yuk?” tulis Syasa. “Makasih Sya, aku masih kenyang,” balas Fira. Dalam pesannya juga, Syasa menawarkan diri menjadi pendengar. Tapi, Fira masih belum siap bercerita. Malahan Fira menghindar untuk bertemu.
Merasa sulit bertemu dengan Fira, Syasa mengirimkan pesan lagi buat Fira. Kali ini tak seperti biasanya, Syasa menyarankan Fira membaca Al-Qur’an. Setelah membaca pesan itu, Fira sadar bahwa seharusnya ia tak usah risau.
Fira mulai mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ia mengambil dan membaca Al-Qur’an dan terjemahannya. Hatinya sangat tenang, ayat demi ayat dibacanya. Hingga tiba pada Surah Al-Baqarah ayat 286. Ia membaca terjemahannya.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir,” bacanya dalam hati dan meneteskan buliran air mata membasahi pipi.
Lama-kelamaan keadaan Fira kembali pulih. Periang dan ramah itulah dia. Senyuman manis terlukis dibibirnya. Perlahan Fira memulai hari seperti layaknya mahasiswa lainnya. Ia juga meliput di sela-sela kuliahnya. Fira mengapresiasi dirinya yang bisa melewati ujian dengan bersua dan makan bareng teman-temannya.
Belasan purnama telah dilalui, mulai dari magang hingga menjadi kru. Pasang surut masalah silih berganti. Kadang kala, adanya masalah membuat mereka saling menguatkan satu sama lain. Segala kesulitan yang dihadapi oleh Fira membuatnya semakin tegar. Seperti terjemahan Al-Qur’an Surah Al-Insyirah ayat 5-6 yang dibacanya.
“Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan,”
Kini, Fira mengemban tanggung jawab demi kelangsungan organisasi bersama teman-temannya. Ia masih tak menyangka bisa bangun dari kritikan bahkan mungkin celaan yang diterimanya. Ia bisa melewati gejolak yang membakar hati. Batinnya mengucap syukur.
Dari kisah Fira di atas, kita bisa memetik hikmahnya. Bahwa semua cobaan yang diberikan, kita pasti bisa melewatinya. Karena Allah telah menjanjikan kemudahan di tengah kesulitan. Insya Allah, dengan mengingat Allah dan meniatkan segala aktivitas karena Allah. Pekerjaan yang kamu lakukan terasa ringan dan bernilai ibadah.
Penulis:
Fitri Ramadhani
Litbang SDM PK identitas Unhas
Mahasiswa Departemen Sastra Inggris, Angkatan 2016