Indonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi, budaya dan adat istiadat. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki ragam budaya di setiap kabupatennya adalah Sulawesi Selatan. Seperti di Pulau Pa’jenekang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), memiliki kebudayaan yang disebut Tammu Taung atau dalam bahasa Indonesia berarti ulang tahun.
Perayaan adat Tammu Taung memiliki kunikan, makna, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga mampu menarik wisatawan dari luar pulau untuk berkunjung ke sana. Adat dan kebudayaan Pulau Pa’jenekang tersebut menjadi daya tarik utama yang berpotensi dijadikan sebagai objek pariwisata daerah berbasis budaya di Kabupaten Pangkep.
Pariwisata merupakan bisnis yang sangat besar dan Indonesia mempunyai peluang Untuk memainkan peranan di dalamnya. Dengan potensi wilayah tanah air yang terdiri dari belasan ribu pulau dan ratusan variasi adat dan budaya yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri, maka pariwisata akan tumbuh menjadi suatu industri yang sangat menguntungkan. Melalui pariwisata tersebut, Indonesia dapat mengembangkan dan memperkenalkan kebudayaan dan adat-istiadat nya, seperti perayaan adat Tammu Taung.
Melihat fenomena ini, tiga mahasiswa Universitas Hasanuddin, meneliti tentang perayaan adat Tammu Taung (Studi tentang Keunikan Perayaan Adat Pa’jenekang dalam Menunjang Pariwisata Daerah Kabupaten Pangkep). Ketiga mahasiswa tersebut yakni Kurnia Salsabila (Antropologi), Musdalifah Achmad (Antropologi), dan Wandi Janwar (Fisika). Mereka tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH), yang diadakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Kurnia Salsabila selaku Ketua Tim mengatakan, penelitian itu mereka lakukan untuk memperkenalkan perayaan adat Tammu Taung di Pulau Pa’jenekang, Kabupaten Pangkep. Menurutnya, Tammu Taung memiliki keunikan dan makna sehingga dapat menjadi objek parawisata dan dikenalkan di kalangan masyarakat luas.
“Perayaan adat Tammu Taung ini memiliki keunikan dan makna tersendiri, dan menurut kami hal itu dapat dijadikan objek parawisata, sehingga dapat mengangkat nama Pulau Pa’jenekang dan Kabupaten Pangkep,” ujarnya.

Jika dilihat dari sejarahnya, Tammu Taung berawal dari kisah Haruna Rasyid yang diberi “Gallarrang” atau gelar pahlawan oleh masyarakat setempat. Kala itu, ia melakukan pelayaran ke Kabupaten Maros pada zaman Belanda dan mengibarkan bendera yang berwarna merah, hitam, dan putih. Saat di tanya oleh bangsa Belanda, mengapa menambahkan warna hitam pada bendera tersebut, Haruna Rasyid menjawab, ia berharap ada orang kulit hitam yang akan menjadi pemimpin.
Mendengar alasan itu, ia langsung di tangkap oleh Belanda. Di dalam penjara, Haruna Rasyid bernazar bahwa jika bebas maka akan membuat a’tenne-tenne (membuat kue manis), a’janna-janna (membuat makanan lezat), dan a’rannu-rannu (bersenang-senang) di Pulau Pa’jenekang. Nazar tersebut ternyata terkabulkan, sehingga digelarlah perayaan Tammu Taung ini.
Dalam perayaannya, Tammu Taung berlangsung selama tiga pekan setiap bulan Muharram. Pada Jumat pertama bulan Muharram, masyarakat membuat makanan dari campuran kelapa muda dan gula aren yang disebut ‘”Akkaluku Lolo”. Kemudian setelah salat Jumat mereka memakannya. Pada Jumat ke dua bulan Muharram, masyarakat membuat Jepe’ sura –sejenis bubur–, sebelum itu lembaga adat Pulau Pa’jenekang harus menaikkan bendera merah putih di depan para tokoh adat. Kemudian setelah salat Isya, lembaga adat bersama para tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh agama melakukan zikir bersama serta melantunkan lagu-lagu tasawuf diiringi rebana.
Pada Jumat ke tiga yaitu puncak acara Tammu Taung, diadakan dengan membuat 12 macam jenis kue manis, seperti Dodoro (Dodol), Biji Nangka, Kue Lapis, Onde-onde, Cucur, Se’ro-se’ro, Bolu rampah, Kue serikaja, Bapele’, Mabel, Putu kacang, dan Kuning gulung. Semua kue tersebut merupakan jenis kue manis yang selalu hadir pada saat perayaan adat Tammu Taung, yang menggambarkan kebahagiaan serta sebagai doa agar ke depannya para masyarakat murah rezeki.
Perayaan adat Tammu Taung diawali dengan lembaga adat kumpul bersama di Balla Lompoa dan melakukan satu rangkaian tradisi “aru pendek” di depan Gallarang. Kemudian, masyarakat mengelilingi Pulau Pa’jenekang dan melakukan ziarah kubur. Sebelum melakukan ziarah kubur di makam Gallarrang, terlebih dahulu disambut dengan “A’ngaru” oleh Jubir adat. Lalu, salah satu anggota dewan adat membacakan sejarah Pulau Pa’jenekang kepada masyarakat yang hadir dalam perayaan adat Tammu Taung.
Dengan dijadikannya perayaan adat Tammu Taung sebagai objek pariwisata, dapat memperkenalkan Pulau Pa’jenekang dan menunjang pariwisata daerah di Kabupaten Pangkep. Selain itu, juga dapat melestarikan eksistensi perayaan adat Tammu Taung, memberikan dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat setempat. Sebagai generasi Indonesia, sudah sepatutnya lah kita menjaga, merawat, dan memperkenalkan budaya ke masyarakat dunia.
Wandi Janwar