“Matilah engkau mati
Engkau akan lahir berkali-kali”
Larik puisi di atas merupakan jiwa dari novel Laut Bercerita. Puisi tersebut merupakan hadiah dari salah satu tokoh novel yang akrab dipanggil Sang Penyair oleh tokoh utama, Biru Laut Wibisana. Puisi itu menggambarkan kehidupan Laut yang selalu bangkit kembali dalam menghadapi masa-masa kelam yang dilaluinya bersama kawan aktivisnya.
Laut Bercerita merupakan novel karya Leila Salikha Chudori. Berisikan tentang penculikan aktivis, yang kembali dan yang dihilangkan; tentang keluarga yang terus mencari jawaban. Semua itu disatukan dalam 379 halaman dengan alur cerita yang sangat menarik. Alur maju mundur dari novel ini membuatnya lebih hidup, hingga pembaca akan dibuat lebih penasaran.
Tokoh utama, Laut, bercerita tentang kehidupannya mulai dari ia melanjutkan studinya di Yogya hingga menjadi aktivis. Saat berkuliah di Yogya, ia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan serupa dirinya yaitu mengguncang sebuah rezim yang begitu kokoh berdiri selama puluhan tahun.
Rezim Orde Baru itu memiliki fondasi militer yang sangat kuat dan ditopang dukungan kelas menengah, serta kelas atas yang nyaman dengan berbagai lisensi dan keistimewaan. Sehingga sekelompok aktivis itu bercita-cita untuk membuat Indonesia yang berbeda, Indonesia yang lebih demokratis dalam arti sesungguhnya.
Kemudian, dari kesamaan tujuan dan cita-cita, mereka akhirnya bergabung dalam kelompok yang pada masanya menjadi incaran intel, polisi, dan tentara. Kelompok itu diberi nama Winatra yang pada perjalanannya, bekerjasama dengan kelompok Wirasena dan Taraka.
Kisah tentang penghianatan juga turut menjadi bagian novel ini. Kebocoran rencana kegiatan, secara cepat dibaca oleh kaum militer yang menimbulkan kecurigaan antar anggota. Tuduhan yang datang pada salah seorang anggota yang ternyata salah, dan kepercayaan terhadap anggota lain yang ternyata adalah penghianat membuat cerita penghianatan ini jauh lebih dramatis.
Oleh sebab itu, aksi atau gebrakan yang telah mereka rencanakan tidak selamanya berjalan dengan mulus. Dihampir seluruh aksi yang mereka lakukan selalu berakhir dengan penangkapan, penculikan dan penyiksaan.
Rentetan cerita perjuangan mereka di Blangguan, Bungurasih dan Rumah Susun Klender, Jakarta tidak membuat kekuatan mereka padam. Justru kegagalan itu membuat keinginan untuk tetap bergerak, jauh lebih besar. Mereka tidak ingin berada di bawah pemerintahan satu orang, selama puluhan tahun yang sungguh hanya negara diktatorial yang bisa begtu.
Mereka ingin mengguncang masyarakat yang pasif, malas, dan putus asa. Agar mereka mau ikut memperbaiki negeri yang sungguh korup dan berantakan ini juga sangat tidak menghargai kemanusiaan.
Selanjutnya, penceritaan Leila terkait penyiksaan para aktivis yang diculik, akan membuat bulu kuduk para pembaca merinding. Mulai dari tidur dengan tangan terikat di ujung velbed, kemudian dibangunkan dengan seember es, dipukuli, disundut, disetrum dengan tongkat listrik atau pun dengan alat setruman lain yang bentuknya seperti papan yang ditempelkan ke paha, digantung terbalik, ditidurkan di atas balok es, direndam ke dalam bak, dan bentuk penyiksaan lainnya. Semua itu mereka peroleh dari para kaki tangan pemerintah yang mencari jawaban, terhadap siapa yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.
Tidak hanya cerita menegangkan, pembaca akan dihibur oleh kisah asmara antara Laut dan Anjani. Pembaca akan tergelitik dengan tingkah Laut yang sangat malu terhadap Anjani, gadis yang telah mencuri hatinya. Bagaimana ia sangat sulit untuk mengutarakan isi hatinya. Sampai kejadian salah tingkah yang sering dialami Laut, saat ia bertemu dengan Anjani membuat novel ini menambah kesan humoris.
Laut Bercerita tidak hanya menggunakan satu sudut pandang saja, namun juga menggunakan sudut pandang Asmara Jati, adik Biru Laut. Sudut pandang ini digunakan setelah Laut menghilang, sehingga Asmara menceritakan bagaimana usaha ia dan keluarganya mencari keberadaan Laut dan teman-temannya yang juga ikut hilang.
Mulai dari dibentuknya Komisi Orang Hilang, hingga kepada usaha bertemu madres Argentina untuk bisa melakukan hal yang sama. Menuntut pemerintahan terhadap keluarga mereka, yang dihilangkan dengan berjalan di depan istana dengan pakaian hitam dinaungi ratusan payung hitam.
Novel Laut Bercerita sangat menarik untuk dibaca. Kisah Laut dan kawan-kawannya sangat inspiratif. Di usia mereka yang masih muda, mereka telah menunjukkan semangat pantang meyerah demi kecintaannya tehadap bangsa dan negeri ini.
Cita-cita para aktivis untuk dapat merasakan Indonsesia yang lebih baik, yang demokratis, walaupun maut adalah resikonya dan tak akan menjadi penghalang. Cerita tentang keluarga, asmara, pertemanan, penghianatan, penyiksaan dan cerita lainnya, akan disuguhkan lebih hidup. Sehingga pembaca akan dibuat larut dalam kisah-kisah fiksi, tapi nyata yang dituliskan Leila S. Chudori. Selamat membaca!
A. Suci Islamaeni
Judul Buku : Laut Bercerita
Karya : Leila S. Chudori
Penyunting : Endah Sulwesi, dan Christina M. Udiani
Cetakan : Cetakan Ketiga, Januari 2018
Tebal : 378 Halaman
ISBN : 978-602-424-694-5
Penerbit : PT Gramedia, Jakarta