Setiap orang pasti punya mimpi yang menginspirasi. Mimpi yang mampu menggerakkan individu untuk menunaikan niat baik. Tulisan ini mejadi salah satu kepuasan diri dalam menuntaskan mimpi lama yang terpendam. Mengunjungi kota Yogyakarta merupakan salah satu mimpi dari sekian banyaknya mimpi yang ingin kutunaikan. Mimpi yang terbangun sejak saya masih duduk di bangku SMA.
Pada 22 November 2017,untuk pertama kalinya, saya menjejakkan kaki di kota yang memiliki keberagaman budaya. Kota yang menurutku penuh kenangan bagi banyak orang, termasuk saya. Kunjungan singkat dengan sejuta kenangan indah bersama kawan.
Berikut catatan perjalanan saya selama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Semoga bisa menginspirasi. Seperti kata Nurdiyansah Dalidjo (2015), “Perjalanan adalah untuk menemukan sesuatu di dalam maupun di luar diri kita,”. Dari perjalanan kita akan menemui berbagai kebudayaan yang berbeda. Itulah keunikan dari perjalanan.
Pesantren dan Yogyakarta
Malam pertama di Jogja, saya dan teman nginap di Asrama Pondok Pesantren Al Maksum Krapyak. Suara shalawat dan ceramah mewarnai malam pertemuan pertamaku dengan kota Yogyakarta. Pertemuan yang memiliki kesan tersendiri. Dari situ, saya tahu bahwa kota ini marak akan pesantren. Saya sempat berpikir, ciri khas Yogyakarta adalah kebudayaannya yang beragam akan persebaran agama islam. Seperti perkembangan awal muhammadiyah yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan, seorang ulama besar pendiri Muhammadiyah.
Tak Ada Angkot di Yogyakarta
“Sejak tahun 2010, angkot sudah tidak ada lagi di Jogja Mas” begitu kata salah seorang teman saya di Jogja. Kalimat singkat itu memberi informasi kepada saya tentang kondisi transportasi di Yogyakarta. Ini yang membedakan Jogja dengan kota wisata lainnya di Indonesia. Menurut teman saya, angkot diberhentikan karena peralihan ke program pengembangan trans Jogja. Jadi trans Jogja bisa jadi alterntif lain yang bisa digunakan jika ingin berpergian. Mekipun kita harus menunggu sampai bis tiba di halte.
Tidak adanya angkot, menjadi cukup menarik. Mengingat Yogyakarta merupakan salah satu tujuan wisata budaya. Angkot, bagi kota wisata sering menjadi transportasi umum bagi wisatawan di berbagai kota besar, seperti pengalaman Nurdiyansah Dalidjo yang ia tuliskan dalam bukunya berjudul “Por (n) Tour” ketika berwisata di berbagai kota di Indonesia, banyak lokasi yang ia kunjungi tidak ada dalam brosur wisata, justru informasinya didapat dari sopir angkot.
Meski tak ada angkot, wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta tetap tenang. Cukup instal aplikasi transportasi online seperti Grab, Gojek, maupun Uber. Di Jogja, transportasi online telah menjadi lapangan pekerjaan yang banyak diminati. Ada banyak promosi yang bisa dinikmati. Mungkin saja ini bagian dari strategi bisnis agar banyak diminati, pikirku.
Transportasi online di Jogja biayanya cukup murah. Kita juga bisa diantar langsung ke tujuan dan dijemput tanpa harus lama menunggu. Bahkan ketika hujan kita bisa menunggu di rumah. Selain transportasi online becak pun bisa menjadi pilihan alternatif ketika ingin menikmati suasana daerah istimewa ini.
Berkunjung ke Candi Borobudur
“Sekali mendayung dua pulau terlampaui”. sepertinya pepatah ini menjadi gambaran perjalanan saya ke Yogyakarta. Saya bersama rombongan IYDCamp 2017, bisa sekaligus berkunjung ke Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Candi sejak dahulu menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Di tengah-tengah perjalanan kami, saya tersadar akan perilaku wisatawan. Mereka seolah membenarkan bahwa minat baca Indonesia memang rendah. Papan imbauan untuk tidak menduduki candi di berbagai sudut hanya dilewati dan tak diindahkan. Banyak wisatawan menjadikan candi sebagai tempat duduk maupun sandaran untuk mengabadikan momentum kunjungannya lewat kamera maupun smartphone. Selain perilaku tersebut, masih ada pula pembelajaran lain yang bisa dipetik, yakni larangan untuk tidak memakai celana pendek ke dalam candi. Namun tak usah khawatir ketika sudah terlanjur, sebab di pintu masuk candi telah tersedia pos untuk memakai sarung. Ketika kita berkunjung ke objek wisata candi, kiranya menjaga etika dan mematuhi aturan. Perlu kita tahu, candi merupakan kawasan sakral yang penuh akan nilai budaya, religius dan sejarah.
Catatan dalam menuntaskan mimpi ini adalah tetap berani bermimpi besar. Yakinkan dalam diri kita, setiap mimpi yang kita harapkan pasti akan dijawab oleh Tuhan. Catatlah mimpimu sebanyak-banyaknya, kemudian berdoa dan berusahalah. Mari memaknai mimpi indah lewat petikan lirik lagu D’Masiv “mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia. Berlarilah tanpa lelah sampai engaku meraihnya”. Selamat bermimpi!
Oleh : Abdul Masli
Penulis adalah Mahasiswa Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhas
Angkatan 2015