Teror bom tentu menjadi sebuah momok yang menakutkan bagi semua orang. Bercanda tentang bom saja sudah dianggap mengganggu ketertiban masyarakat bahkan harus berurusan dengan hukum.
Sejumlah media kerap kali memberitakan terkait teror bom yang melanda beberapa wilayah, bahkan kampus pun harus waspada dengan ‘teroris lokal’. Unhas rupanya pernah diterpa dengan kabar adanya bom di sekitar kampus Tamalanrea di saat itu. Hal ini sontak membuat semua civitas akademika menjadi ketakutan.
Pada tahun 1998, Unhas pertama kalinya digegerkan dengan adanya teror bom. Bom tersebut dikabarkan berada di ruang ujian Fakultas Sastra Unhas (FS) yang kini menjadi Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Semua berawal dari sebuah telepon yang diterima oleh Syawal selaku Kapolrestabes Makassar saat itu, dari seseorang yang mengaku sebagai Pembantu Dekan I (PD I) FS sekitar jam 10.00 Wita, Jumat (13/3).
Pasukan penjinak bahan peledak (Jihandak) Poltabes Makassar pun tiba di Unhas Kampus Tamalanrea 45 menit usai menerima telepon tersebut. Tanpa menunggu, Jihandak langsung bergegas ke titik tujuan dugaan bom palsu.
Tetapi kedatangan polisi tersebut sempat dihalangi oleh satpam dan diarahkan bertemu dengan Pembantu Rektor (PR) III terlebih dahulu. Maklum, di masa itu masih panas-panasnya demonstrasi mahasiswa. Keberadaan polisi yang bermaksud baik, bisa saja dianggap negatif, bahkan lebih buruk dari itu.
Setelah lama tertahan di sekitaran rektorat, akhirnya pasukan Jihandak memasuki lokasi dugaan bom. Suasana membingungkan pun terjadi tatkala PD I FS, Dr Sumarwati K Poli menyatakan bahwa ia sudah berada di ruang ujian sejak pagi dan tak pernah menelpon ke Kapoltabes.
Walaupun dibantah, pasukan Jihandak bersikeras menyisir seluruh kawasan Fakultas Sastra sesuai prosedur. Takutnya, jika benar merekalah yang bertanggung jawab. Setelah lama memeriksa dengan teliti, ternyata bom dimaksud tak ditemukan.
Spekulasi pun tersebar dengan liar di kalangan mahasiswa Unhas di saat itu. Ada mahasiswa menduga bahwa itu adalah ulah dari mahasiswa tingkat akhir yang menelepon ke Kapoltabes demi mengacaukan ujian yang belum siap ia ikuti. Selain itu, ada spekulasi polisi bersandiwara untuk memantau situasi kampus dan mahasiswa yang kala itu belum kondusif.
Empat tahun berselang, berdasarkan berita identitas Unhas tahun 2002, Kampus Merah kembali geger dengan ancaman bom yang disebut hendak meledak di salah satu kamar mandi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Ancaman tersebut diterima oleh salah satu staf Dekan FISIP saat itu, Arsyad, pada pukul 09.00 Wita, Senin (18/2). Ancaman ini pun ditanggapi dengan serius, satpam lalu segera menghubungi pihak kepolisian.
Pasukan Jihandak tiba di kampus pada pukul 13.00 Wita. Setelah dilakukan penyisiran, Jihandak tak menemukan apa pun yang mengkhawatirkan. Malahan, bau dari dalam WC Unhas l yang membuat anggota pasukan Jihandak mengeluh. Mungkin itulah yang dimaksud “bom”.
Teror bom memang menakutkan dan patut diwaspadai. Semoga tidak ada lagi hal serupa yang terjadi di masa mendatang dan semoga tidak ada yang terinspirasi melakukan hal yang sama.
Muhammad Nur Ilham