Akhir kepengurusan lembaga kemahasiswaan (Lema) ditandai dengan sibuk-sibuknya proses regenerasi Lema hingga menghasilkan nahkoda baru. Sejak Agustus 2022 sejumlah himpunan, BEM dan UKM sedang dalam pelaksanaan musyawarah besar (Mubes) guna menyelesaikan kepengurusan dan mulai memilih pemimpin yang baru. Tak hanya regenerasi Lema, kaderisasi anggota baru pun bergulir demi menjaga eksistensi Lema tersebut.
Jika melihat garis sejarah, Lema di Unhas awalnya bernama Dewan Mahasiswa (Dema) pada tahun 1975. Dema pada saat itu dinahkodai oleh Syafri Guricci selama setahun, kemudian digantikan oleh Andi Husni Tanra.
Pemilihan ketua Dema di tahun 1976 melibatkan 5 pasangan dan setahun kemudian, tepatnya 1977, tiap-tiap calon ketua Dema tak lagi berpasang-pasangan.
Di zaman pemerintahan presiden Soeharto identik dengan terjadinya Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di tahun 1978 hingga 1981. Saat itu, Lema Unhas pun ikut kena getahnya dengan terbitnya Surat Keputusan pembekuan Dewan dan Senat mahasiswa pada 21 Januari 1978 oleh Kaskopkamtib Laksamana Sudomo.
Terbitnya SK pembekuan Dema tak lantas membuat kegiatan kelembagaan mahasiswa Unhas redup. Koreksi demi koreksi terus dilakukan oleh mahasiswa buntut dari kebijakan NKK/BKK yang dimaksudkan membatasi kegiatan politik di kampus.
Kemudian dibentuklah Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Saat itu BPM tetap menjalankan Pemilu di tengah kebijakan NKK/BKK dan menghasilkan masing-masing enam ketua senat dan BPM. Sayangnya Lema Unhas tak kunjung terbentuk hingga 1990.
Melansir berita identitas Unhas tahun 1991, Senat Mahasiswa Unhas (SM-UH) telah terbentuk dan menyatukan seluruh mahasiswa Unhas. Sepanjang 1991 hingga 1995 terjadi sekelumit drama dalam Pemilu raya Keluarga Mahasiswa Unhas. Ngerinya lagi, kotak suara pemilu raya Keluarga Mahasiswa Unhas (Kema-UH) pernah raib tak berbekas di tahun 1995. Raibnya kotak tersebut membuat tiga calon kandidat saat itu batal berkompetisi dan kontan membuat SM-UH jalan di tempat.
Tiba masa reformasi di tahun 1998, pedoman umum organisasi kemahasiswaan terbit. Pedoman tersebut sontak membuat lembaga mahasiswa mengalami berbagai perubahan termasuk bergantinya Sema menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Lema sempat vakum selama beberapa bulan hingga berhembus kabar segar akan terbentuknya kembali Lema. Berdasarkan berita identitas Unhas edisi awal Maret 2003, dilakukan pertemuan atas pembahasan pembentukan Lema tapi tak juga mencapai kata sepakat.
Kemudian pada Tahun 2005 dibentuk Badan Pekerja (BP) setelah vakum selama 5 tahun. BP di saat itu tengah menyusun action plan demi membangun kembali Lema Unhas yang telah di impikan sejak lama
Setahun kemudian, Forum BEM Unhas (FBU) dibentuk sebagai respon atas isu-isu yang berkembang di Unhas pada saat itu. Kemudian FBU membentuk Komisi Pemilihan Umum sebagai panitia untuk pemilihan presiden BEM. Saat itu pula BEM mulai terbentuk dengan terpilihnya seorang Presiden.
Pada pemilu kali ini, sistem partai kembali digunakan. Adapun partai yang bersaing dalam Pemilu raya ini ialah partai Damai Lestari, partai Akademis, partai Revolusi Bersatu mengusung Arham, Muhatsir M Hamid sebagai calon independen, Syahnuddin calon dari partai Pijar Keadilan, Anas Isham dari partai Independen, Abdul Waris dari partai Mahasiswa Bintang-bintang, dan M Aris Yasin dari partai Tunas Muda dan partai Pelangi.
Menurut terbitan identitas awal April 2006, saat pemilihan telah selesai jumlah mahasiswa yang menggunakan hak suaranya yaitu 6209 dari total mahasiswa 19.403. Arham yang mengantongi suara 2534 terpilih sebagai presiden mengalahkan calon lain.
Pembentukan Lema banyak mengalami pasang surut sampai pada terpilihnya Arham sebagai presiden. Meski begitu, di masa kepemimpinannya Lema berganti nama menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U). Setelah tahun 2006, BEM-U kembali tak bertuan.
Tahun 2019, BP kembali hadir sebagai persiapan membentuk kembali BEM Unhas. Terbentuk BP tahun 2019 tak terlepas atas isu pembentukan BP tidak murni atas andil mahasiswa. BEM Unhas akhirnya kembali bertuan dengan terpilihnya Abd Fatir Kasim dari Fakultas Teknik sebagai Presiden BEM-UH di Wisma Bulog Malino, Gowa. Walaupun menjadi angin segar setelah vakum sejak beberapa tahun lalu, ternyata masih saja menimbulkan persoalan. Persoalan tersebut mencuat buntut dari PR Ormawa yang mengakibatkan hampir beberapa Lema Fakultas dibekukan.
PR Ormawa menurut beberapa BEM Fakultas di Unhas terkesan terburu-buru, dirahasiakan dan dipaksakan. Tak hanya itu, pembentukan BEM Unhas tak pernah ada jalan panjang dialektika urgensi organisasi BEM-U.
Setelah periode 2019/2020, BEM-U kembali terkatung-katung delapan bulan lamanya. Salah satu musababnya adalah pandemi Covid-19 yang menghentikan semua lini kegiatan di kampus.
Tahun 2021 menjadi tahun yang geger bagi Lembaga kemahasiswaan Unhas. Pasalnya, terpilihnya Imam Mobilingo sebagai formatur presiden BEM Unhas mengundang kontroversi atas sebab latar belakangnya. Imam saat terpilih sebagai presiden BEM Unhas merupakan mahasiswa profesi.
BEM FH Unhas menyatakan dalam surat penyataan yang terbit pada 14 April 2021 bahwa “Menurut PR-Ormawa, BEM, BPM, dan UKM tingkat universitas hanya untuk mahasiswa program sarjana, bukan profesi.”
Tidak hanya bertentangan dengan PR-Ormawa, terpilihnya Imam Mobilingo juga bertentangan dengan konstitusi status keanggotaan Musyawarah Mahasiswa (MM) Unhas. Beberapa Fakultas dalam rumpun kesehatan memiliki landasan bahwa mahasiswa koas masih menjadi bagian dari Keluarga Mahasiswa (Kema) Fakultas.
Akibatnya, BEM Unhas di masa kepemimpinan Imam Mobilingo hanya meninggalkan tiga BEM Fakultas sebagai anggota, ialah dari FK, FKG dan FF. Selebihnya menarik diri dari BEM Unhas.
Muhammad Nur Ilham