Empat Program Studi telah terakreditasi ASIIN. Perlu waktu dan dana miliaran untuk mendapatkannya.
Akhir-akhir ini, Unhas sedang gencar mendorong Program studi (Prodi) untuk mendapatkan akreditasi, terutama akreditasi internasional. Misalnya empat Prodi-Farmasi, Keperawatan, Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Budidaya Perairan-yang ditunjuk untuk mempersiapkan diri meraih Akkreditierungsagentur für Studiengänge der Ingenieurwissenschaften, der Informatik, der Naturwissenschaften und der Mathematik (ASIIN).
Keempat Prodi tersebut berhasil menyandang status ASIIN dengan beberapa syarat pada tanggal 30 Juli 2019 lalu. Ketua Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pendidikan (LPMPP) Unhas, Dr Ir Prastawa Budi M Sc mengatakan, empat Prodi Unhas semuanya telah terakreditasi ASIIN dengan persyaratan sesuai hasil visitasi.
“Unhas diberi waktu selama satu tahun untuk memenuhi beberapa syarat ASIIN yang dianggap masih belum tercapai. Apabila sudah terpenuhi, maka akreditasi ASIIN akan diperpanjang menjadi lima tahun,” jelasnya.
ASIIN adalah lembaga akreditasi di Duseldolf, Jerman yang melakukan akreditasi pada bidang tertentu, mulai dari teknik, informatika, teknologi, sains hingga matematika. Tak semudah yang dibayangkan, untuk mendapatkan akreditasi ini, butuh persiapan yang matang. Baik dari pihak universitas, fakultas dan prodi yang bersangkutan. Di Indonesia sendiri, baru tiga universitas yang terakreditasi ASIIN di antaranya Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Unhas.
Ketua Prodi Budidaya Perairan, Dr Ir Siti Aslamyah M Si, mengatakan, prodinya memulai persiapan dari Mei 2018. Mereka menyiapkan dokumen berisi visi misi, profil, tujuan, hasil pembelajaran, kurikulum mata kuliah beserta pendukungnya.
”Setelah dokumen tersebut dikirim pada Juli 2018, kami dikatakan layak untuk ke tahap selanjutnya yaitu penyusunan Self Assessment Report (SAR) yang semuanya ditulis dalam bahasa inggris. Setelah itu, diberi waktu sampai 30 Oktober 2018 untuk mengumpulkan SAR tersebut dan tidak boleh lewat,” jelasnya.
SAR merupakan sebuah dokumen dengan enam standar. Pertama program sarjana yang berisi mengenai konsep, konten, serta pelaksanaannya. Poin kedua masih program sarjana tetapi membahas mengenai struktur, metode, dan pelaksanaannya. Berikutnya, bagaimana suatu prodi mengevaluasi sistem, konsep dan organisasinya. Adapun yang keempat ialah sumber daya, mulai dari pegawai, terdiri dari pegawai pengembangan dan peralatan.
“Jadi dia (asesor) menanyakan bagaimana kesiapan staf, staf pendukung serta pembiayaan. Kemudian transparansi dan dokumentasi, misalnya modul deskripsi apakah ada aturan, Surat Keputusan, Standard Operating Procedure (SOP), apakah selain ijazah ada sertifikat pendamping ijazah. Makanya sekarang ada Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), itu semua dari ASIIN,” terang Siti.
Persiapan ASIIN bukan hanya dokumen, tetapi juga melingkupi kelengkapan fasilitas-fasilitas lainnya, terutama laboratorium yang notabene teramat dibutuhkan mahasiswa sebagai penunjang sebuah mata kuliah.
Sedikit berbeda, Sekretaris Penjaminan Mutu Fakultas Farmasi, Yulia Yusrini Djabir S Si MBM Sc M Si Ph D Apt mengungkapkan, Prodi Farmasi tak sekedar mempersiapkan dokumen dan fasilitas, tetapi mereka juga memperhatikan kesiapan civitas akademika.
“Yang pertama mungkin menyiapkan mental. Akreditasi ASIIN agak beda dengan AUN-QA. Jadi sebelum melangkah membuat dokumen utama yakni SAR, kami ikut workshop dulu dan benchmarking ke universitas yang sudah duluan meraih akreditasi ASIIN. Setelah itu sosialisasikan ke seluruh civitas prodi dan fakultas, supaya semua pihak tahu apa yang akan dihadapi bila mengajukan akreditasi ASIIN,” terangnya kepada identitas.
Sejalan dengan persiapan yang memakan waktu kurang lebih satu tahun, dana yang dibutuhkan untuk akreditasi ini tentunya tak sedikit. Ketua Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pendidikan (LPMPP) Unhas, Dr Ir Prastawa Budi M Sc, mengaku bahwa dana yang digunakan untuk mendapatkan akreditasi ASIIN tidak sedikit mulai dari persiapan, biaya akreditasi, serta biaya perjalanan asesor dari Jerman ke Indonesia.
Lebih lanjut, Prastawa menyebutkan bahwa sumber dana yang digunakan untuk akreditasi internasional berasal dari Unhas bukan dari fakultas atau Prodi.
“Setiap tahun Unhas telah merencanakan anggaran untuk keperluan akreditasi internasional yang kemudian diajukan ke pemerintah untuk mendapatkan bantuan biaya pendanaan akreditasi internasional,” katanya.
Prastawa menilai bahwa dana besar yang dikeluarkan untuk akreditasi ASIIN, sebanding dengan manfaat yang akan diterima universitas dan Prodi itu sendiri. Ia menjelaskan manfaat yang didapatkan antara lain Unhas dan Prodi tersebut diakui oleh perguruan tinggi di Jerman dan Eropa. Adanya pengakuan itu membuat Unhas dan Prodi terakreditasi ASIIN akan lebih mudah menjalin kerjasama khususnya dalam bidang riset dan pendidikan dengan berbagai perguruan tinggi di Eropa dan Jerman.
Biaya persiapan yang terbilang besar juga dikemukakan oleh sekretaris departemen Geofisika Dr Erfan M Si yang baru saja memulai persiapan menghadapi akreditasi ASIIN.
“Saya sudah cek di internet dana yang dibutuhkan untuk perlengkapan laboratorium berkisar tujuh miliar, itu baru laboratorium saja,” ucapnya.
Menemani Geofisika, di klaster kedua juga terdapat prodi Teknik Perkapalan, Teknik Mesin, serta Matematika. Ketua Prodi Matematika, Prof Dr Amir Kamal Amir M Sc, juga bercerita mengenai kisaran dana yang dibutuhkan.
“Anggaran yang dimaksud di sini ketika kita ingin membangun laboratorium tinggal isi-isinya dan sebagainya. Setelah saya coba hitung-hitung, matematika itu kisaran 4 sampai 5 miliar rupiah,” ujarnya.
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Andi Nur Fajri menyatakan mendukung Prodinya untuk memperoleh akreditasi ASIIN bahkan turut berpartisipasi dalam proses akreditasi. Dengan terakreditasi ASIIN, mahasiswa juga diharapkan lebih semangat lagi terutama dalam hal akademik.
“Saya juga berharap agar perbaikan fasilitas tetap dijalankan. Tidak hanya saat proses akreditasi saja,” tutupnya.
M11,M13/Tan