Judul: Mencuri Raden Saleh
Sutradara: Angga Dwimas Sasongko
Produser: Cristian Imanuell
Durasi: 154 menit
Tanggal Rilis: 25 Agustus 2022
Mendengar nama Raden Saleh, apa yang terlintas dalam benak kita? Lukisan? Romantisisme? Maestro Seni Lukis? Semua itu menggambarkan bagaimana kita mengenal Raden Saleh. Namun yang paling melegenda adalah lukisannya yang berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro” yang kini menjadi harta karun nasional Indonesia. Lukisan ini sangat berharga karena merekam dan memicu munculnya rasa nasionalisme dan perlawanan dari bangsa Indonesia. Lalu bagaimana jadinya, jika lukisan legendaris senilai 250 miliar rupiah ini dicuri oleh sekelompok anak muda?
Demikianlah kisah yang diangkat oleh Angga Dwimas Sasongko dalam film yang bertajuk Mencuri Raden Saleh. Film ini bercerita tentang Piko, seorang mahasiswa seni dan kawan-kawannya yang membutuhkan sedang membutuhkan uang. Piko butuh uang untuk membebaskan ayahnya dari penjara, sedangkan kawan-kawannya membutuhkan uang untuk mewujudkan impian. Bersama Ucup, Piko mendapatkan tawaran dari Dini, seorang kurator barang antik yang meminta mereka untuk mereplika lukisan Raden Saleh itu. Namun, mereka kemudian ditawari bayaran yang jauh lebih besar oleh mantan diktator, Permadi, untuk menukar lukisan itu dengan lukisan aslinya. Ditambah tawaran bahwa ayahnya bisa dibebaskan dari penjara.
Mereka pun tidak memiliki pilihan lain selain menuruti permintaan Permadi. Ucup dan Piko lalu mengumpulkan timnya yang terdiri dari Fella, anak orang kaya yang berperan sebagai negosiator, Gofar dan Tuktuk sebagai mekanik dan driver, dan Sarah sebagai ahli bela diri.
Berdurasi 2,5 jam dengan suguhan enam orang amatiran dalam kasus yang akan menjadi pencurian terbesar pada abad itu. Kegoblokan mereka dalam beraksi juga mengundang gelak tawa penonton, utamanya pada tokoh Tuktuk dan Gofar. Misi pencurian yang dilakukan oleh para komplotan berlangsung seru dan apik. Ada intrik pelik di belakangnya yang sejalan dengan makna lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro.
Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857) adalah lukisan karya Raden Saleh, yang bercerita tentang ditangkapnya Pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830. Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro merujuk pada peristiwa nyata yang terjadi masa lalu. Lukisan ini merupakan perlawanan terhadap lukisan Nicolaas Pieneman “Menyerahnya Pangeran Diponegoro (1809-1860)” yang dinilai tidak sesuai dengan kejadian aslinya .
Atensi penonton dari menit pertama dan terjaga hingga menit terakhir. Para komplotan melakukan aksinya mencari uang bisa semenyakitkan itu, dan menghamburkan uang bisa semudah itu. Bayangkan, ada sekelompok anak yang rela menjadi semi-kriminal, tidak peduli pada titel, tidak peduli pada tren muda-mudi konsumtif, dan menyadari bahwa uang adalah jalan keluar dari masalah pelik yang dihadapi.
Miris dan nyata, bahwa ada pula yang menjadikan uang (dalam jumlah tidak sedikit), menjadi umpan. Digelontor dan dikipas-kipas pada populasi yang “butuh uang”. Berkebalikan, mereka tidak mengejar mimpi, tapi ingin me-nyata-kan ambisi walau di luar akal budi. Yang penting puas untuk balas dendam, puas untuk bersenang-senang. Jadi, siapakah yang kriminal? Yang menjadikan uang hanya permainan? Atau menjadikan uang sebagai jalan keluar tanpa pikir panjang?
Rasa empati dan simpati muncul membangun masing-masing karakter para komplotan Mencuri Raden Saleh. Sampai-sampai dari mereka yang tersakiti ini bersatu, membentuk ikatan yang mereka sebut “keluarga”. Jalan hidup yang menyatukan, persaudaraan yang lebih kental daripada ikatan darah. “Kita boleh gak sekolah, tapi kita nggak Cepu” ucap Gofar pada Fella. Si miskin, si tidak berpendidikan, tahu bahwa setia kawan besar maknanya ketimbang mereka yang sekolah tinggi atau bergaji tinggi.
Dalam film ini, betapa pemuda-pemudi ini belum pernah melakukan tindakan ekstrim seperti mencuri, harus berputar otak. Dengan kemampuan yang dimiliki, masing-masing mulai melontarkan ide, membuka jalan ke arah terang. Datang sesosok tokoh yang berusaha mematangkan ide. Dan pada situasi itulah kekuatan brainstorming, bahwa berencana tidak melulu harus didesain oleh satu orang. Rencana menjadi sebuah upaya bagi beberapa buah pikir, untuk dikerjakan bersama.
Film Mencuri Raden Saleh adalah refleksi hidup, kenyataan yang ada, luka dan tawa, yang terangkum dalam visual yang apik. Meskipun belum begitu kental menjelaskan filosofi tentang lukisan Sang Maestro, tetapi kesan perlawanan terhadap penindasan dalam film ini tersaji sangat sesuai dengan kondisi masyarakat masa kini.
Fathria Azzahra Affandi