Prof Dr. Abd Hafid, mungkin nama tersebut masih asing bagi sebagian civitas akademika Unhas. Tak banyak yang mengenal sosok yang juga pernah menjabat sebagai Rektor Unhas. Sejarah mencatat bahwa Hafid adalah Rektor ke lima di Unhas, yang menjabat sejak 12 Mei 1969 hingga 1973.
Pada masa kepemimpinannya, lelaki yang lahir di Kabupaten Bulukumba tersebut memiliki banyak kebijakan dan ide cermelang yang pernah ia buat. Salah satunya adalah menginstruksikan mahasiswa untuk mengikuti Wajib Latihan Mahasiswa (MALAWA) yang diterapkan di Unhas kala ini. Di periodenya pula kampus ayam jantan ini telah menghasilkan cukup banyak lulusan, sembilan dari sepuluh fakultas di Unhas telah memiliki sarjana.
Walaupun hanya menjabat selama satu periode, terdapat banyak perubahan yang dirasakan oleh civitas akademika Unhas kala itu. Salah satu trobosan besar yang dilakukan adalah pada mendirikan Student Goverment (Pemerintahan Mahasiswa) tanggal 24 Maret 1970. Pemerintahan mahasiswa tersebut, terdiri dari Dewan Mahasiswa (Eksekutif) dan majelis permusyawaratan mahasiswa (legeslatif) di tingkat universitas.
Sementara di tingkat fakultas terdiri dari Senat Mahasiswa (Eksekutif) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa atau BPM (Legislatif). Nah salah satu bentuk kreativitas Dema saat itu adalah menerbitkan surat kabar mingguan Dunia Mahasiswa (Dumas), Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) dan Poliklinik.
Selain itu, dimasa jabatan Prof Hafid, sistem manajemen di universitas sangat desentralisasi. Sehingga perawakan universitas nyaris tidak dikenal dibanding fakultas-fakultasnya. Karena begitu kuatnya fakultas, universitas hampir tidak berdaya mengatur dan mengkoordinasi fakultasnya. Hal itu dilihat dari berbagai hal, mulai dari pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), pengaturan kurikulum hingga pengaturan akademik yang masih dibawahi oleh pihak fakultas. Sehingga persaingan antar fakultas mulai tidak sehat.
Bukan hanya itu, kondisi kampus juga tidak kondusif. Ketika musim hujan datang, sebagian besar kampus Unhas yang masih berada di Baraya, tenggelam. Tak hanya itu, letak setiap fakultas juga tidak sama seperti saat ini. Letak antar fakultas yang tidak harmonis tersebut, menjadi tantangan tersendiri untuk Prof Hafid, selaku pimpinan universitas.
Kondisi kampus Baraya dulunya, tidak sebagus di kampus Tamalanrea. Kala itu, kampus Baraya tak hanya menjadi kubangan ketika musim hujan. Juga jalan yang menghubungkan fakultas-fakultas masih terbatas. Misalnya saja dari Gedung Rektorat Unhas, untuk menuju ke fakultas-fakultas maka harus keluar pagar kampus lalu menyusuri Jalan Masjid Raya.
Setelah itu, maka kita harus menempuh jalan lewat Fakultas Pertanian dan Fakultas Peternakan. Tak hanya sampai di situ, kita harus kembali menempuh Jalan Sunu untuk memasuki fakultas Sastra dan Fakultas Teknik.
Demikian juga ketika ingin ke Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi yang berseblahan dengan rektorat, mesti keluar melalui jalan Kandea karena terdapat tembok yang sangat tinggi. Tembok tersebut sering dijuluki “Tembok Cina”. Bahkan Gedung Fakultas Sosial dan Ilmu Politik berada jauh di luar Baraya, yaitu di samping rumah sakit Labuang Baji. Sebelah selatan Kota Makassar. Hal itulah yang membuat civitas akademik Unhas kala itu tidak bisa bersatu.
Menjelang akhir masa jabatanya, Prof. Dr. Abd Hafid telah diangkat oleh Presiden RI sebagai Deputi II Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional di Jakarta. Sehingga pekerjaan sehari-harinya di Kampus Barayya lebih banyak ditangani oleh Sekretaris Universitas, Ir Fachruddin.
Penulis: Wandi Janwar