Lahir pada 1934 di Watampone, Sulawesi Selatan, Prof Dr Husen Abas MA adalah sosok pemimpin akademik luar biasa yang meninggalkan jejak mendalam bagi civitas academica Universitas Hasanuddin (Unhas). Ia merupakan guru besar dalam pengembangan pendidikan bahasa sekaligus inisiator Pusat Bahasa (PB) Unhas.
Prof Abas memulai perjalanan akademiknya sebagai guru SMA sebelum melonjakkan karier menjadi dosen. Sejak awal, ia menunjukkan semangat luar biasa dalam pengembangan pendidikan. Berbagai beasiswa prestisius menandai perjalanan akademiknya, termasuk beasiswa dari Colombo Plan pada 1960 menjadi tonggak awal pengembangan kariernya.
Pada tahun 1972, ia mendapatkan beasiswa Fulbright untuk melanjutkan studi di Sydney University. Pada tahun yang sama, ia juga menerima SEAMEO Scholarship untuk mengikuti pelatihan di Regional Language Centre (RELC) Singapura, serta memperoleh Southeast Asia Fellowship.
Puncak perjalanan akademiknya tercapai pada 1975. Ketika Ford Foundation memberikan beasiswa untuk program doktoral dalam bidang Linguistik di Ateneo de Manila University, Filipina.
Pada awal 1979, Prof Abas mempertahankan disertasi luar biasa berjudul “Bahasa Indonesia as a Unifying Language of Wider Communication: A Historical and Sociolinguistic Perspective”. Disertasi setebal 500 halaman ini merupakan kajian mendalam tentang perkembangan Bahasa Melayu dari lingua franca menjadi Bahasa Indonesia, yang mengukuhkan reputasinya sebagai ahli bahasa terkemuka.
Dalam perjalanan kariernya, Prof Abas pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra Unhas. Sebagai pemimpin, ia dikenal sangat karismatik dan visioner. Tidak sekadar menjadi pimpinan struktural, ia adalah sosok ayah akademik sejati yang selalu memperhatikan perkembangan anak didiknya.
Ciri khasnya adalah semangat memberdayakan generasi muda. Ia konsisten mendorong para dosen muda dan mahasiswanya untuk terus mengembangkan diri, bahkan memfasilitasi mereka untuk melanjutkan pendidikan hingga ke luar negeri.
“Beliau itu selalu mendorong dosen-dosen muda untuk sekolah ke luar negeri. Kebanyakan dosen anak didikan beliau, itu semua alumni dari luar negeri. Kami betul-betul memperoleh hasil didikannya dan alhamdulillah akhirnya semua bisa berhasil,” ujar Kepala Pusat Bahasa saat ini, Dra Herawaty Abbas MHum MA PhD, Rabu (27/11/24).
Di sela kesibukannya sebagai seorang dekan, Prof Abas menjadi inisiator sekaligus pendiri Pusat Bahasa (PB) di Unhas pada 1970. PB awalnya bersifat non-struktural di bawah naungan Fakultas Sastra, yang didirikan dengan misi strategis, yakni meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa, dosen, dan seluruh civitas academica Unhas.
Usai menjabat sebagai dekan, salah satu pencapaiannya saat menjabat sebagai Direktur PB adalah menjalin kerja sama internasional, terutama dengan British Council. Melalui inisiatifnya, PB Unhas mendatangkan tenaga-tenaga asing dari Inggris dan Amerika untuk membantu pengembangan kemampuan berbahasa. Kemampuan komunikasinya yang luar biasa mampu membuat para native speaker menghormati dan mendengarkannya dengan saksama.
Sebagai seorang pemimpin, Prof Abas dikenal sangat memperhatikan kesejahteraan bawahannya, bahkan dalam hal-hal kecil. Menurut mantan rekan kerjanya, sikap tersebut mencerminkan kepedulian yang tulus terhadap orang-orang di sekitarnya.
“Beliau adalah orang terakhir yang makan. Kita selalu disuruh makan dulu. Dia memeriksa satu per satu, memastikan kami makan. ‘Makan, makan, Jangan sampai kalian rugi datang,’ begitu ucapnya,” jelas Anjarwati Sadik, mantan Direktur PB, Rabu (04/12/24).
Kebijakan penting yang bertahan hingga kini adalah menempatkan PB di bawah rektorat, bukan di bawah fakultas. Kebijakan ini bertujuan memberikan otonomi dan ruang gerak lebih luas bagi pengembangan pusat bahasa.
Prof Abas turut berperan sebagai salah satu panitia dalam pembangunan Gedung Pertemuan Alumni (GPA) Unhas di penghujung dekade 70-an. Dalam kepanitiaan tersebut, ia bergabung dengan sejumlah tokoh akademik, di antaranya Drs Syukur Abdullah, Ir JCG Undap, Ir A Mauraga Makhmud, Dr Ir Muslimin Mustafa, dr Hasan Anoez MPH, Ir M Rapi Mantahing, dan Ir Ananto Yudono.
Dalam lingkungan keluarga, Abas dikenal sebagai ayah yang sangat memperhatikan pendidikan. Ia selalu mendorong anak-anaknya untuk membaca dengan rutin membelikan buku mulai dari komik hingga novel. Hasilnya, keenam anaknya berhasil meraih pendidikan tinggi dengan berbagai latar belakang profesi, mulai dari dokter hingga akademisi.
Filosofi hidup yang selalu ia tekankan kepada anak-anaknya, “Say what you mean and mean what you say,” menegaskan pentingnya berpikir sebelum berbicara, serta bertanggung jawab atas setiap perkataan melalui tindakan nyata. Prinsip ini tercermin dalam sikap profesional yang konsisten serta komitmennya tinggi terhadap pengembangan pendidikan.
“Bapak sering mengatakan, kalau kuda itu yang dipegang talinya, kalau manusia itu yang dipegang kata-katanya,” ujar putri dari Prof Abas, Dr Imelda Abas, Jumat (29/11/24).
Meskipun telah tiada, warisan Prof Abas tetap hidup melalui para murid dan koleganya yang tersebar di berbagai institusi. Nama besarnya diabadikan melalui Gedung Prof Husen Abas di Departemen Sastra Inggris Unhas. Hal ini sebagai penghormatan atas jejak kepemimpinan dan dedikasi luar biasa dalam memajukan pendidikan bahasa di Unhas.
Bagi mereka yang pernah dekat dengannya, Prof Abas lebih dari sekadar seorang akademisi atau pemimpin. Ia adalah inspirator, motivator, dan teladan sejati dalam dunia pendidikan sosok yang mengubah paradigma serta membuka cakrawala pengetahuan bagi generasi muda.
Prof Abas berpulang pada 2 Mei 2003, di usianya ke-69 tahun. Semoga jasa-jasa yang telah ia torehkan di dunia menjadi amal kebaikan dan pundi-pundi pahala di akhirat kelak.
Adrian