Udara sejuk, rerumputan hijau yang menghampar, dan langkah kaki orang-orang berlalu-lalang menjadi pemandangan yang menemani sore ini di teras kampus kebanggaan. Saya mendapati kenikmatan alam setiap kali saya mengunjungi tempat ini. Tak heran banyak orang-orang yang berkumpul di tempat ini. Remaja, ibu-ibu, bapak-bapak, suami istri dengan anaknya menghabiskan waktu ditempat ini baik pagi maupun sore, terlebih lagi ketika weekend tiba.
Hampir sebulan ini, setiap sore saya pasti berada di teras kampus, bukan hanya untuk melepas penat dan stres dari tumpukan tugas kuliah, tetapi kujungan ini saya juga manfaatkan untuk membaca beberapa buku bacaan favoritku. Biasanya, saya sering ditemani oleh sahabatku, tetapi tak tahu beberapa hari ini dia tak ada kabar. Beberapa kali saya telepon dan chat tetapi tak ada balasan.
Sore ini, saya pulang cepat karena saya berniat untuk berkunjung ke kost sahabat saya. Di perjalanan pulang, saya mendapati pemandangan yang tak biasa di pinggir danau. Seakan memaksa mata siapa pun yang melewati danau itu untuk meliriknya, tetapi saya hiraukan saja.Bertemu dengan sahabatku itu lebih penting, kataku dalam hati. Berselang beberapa menit saya pun sampai di kos Lita, sahabatku. Sampai di kost Lita kudapatkan informasi bahwa dia mengikuti kegiatan ekstrakurikuler organisasinya.
*****
Ponselku berdering, segera kuraih ponselku yang berada di atas meja belajarku. Panggilan dari Lita. Lita pagi ini akan pulang dari kegiatan ekstrakurikuler organisasinya dan berharap dia bisa dijemput di terminal. Candaan bahwa saya tak mau menjumpatnya sengaja saya katakan. Saya ingin membuat Lisa jengkel, walaupun saya akan tetap menjemputnya. Setelah lama bercanda, saya pun meng-iyakan untuk menjemputnya.
“Baiklah, tunggu saya di sana. Saya akan segera menjemputmu,” jawabku.
*****
Minggu depan, Lita akan mengadakan acara organisasi di auditorium kampus. Katanya ini adalah salah satu syarat yang harus dilaksanakan bagi anggota baru agar sah diterima di organisasi tersebut. Di agenda ini, Lita akan unjuk kebolehannya. Oleh karena itu, dia memaksa saya untuk menghadiri acara tersebut. Sebenarnya saya tak mau karena saya yakin potensi yang dimiliki Lita biasa-biasa saja.Tapi beberapa kali Lita memaksa, akhirnya ku-iyakan juga.
Hari yang dinanti datang juga, puluhan panggilan tak terjawab di ponselku dan itu dari Lita. Setelah panggilan ke 20 barulah saya mengangkatnya. Lita menelepon hanya ingin memastikan saja bahwa hari ini saya hadir di pementasan tersebut.
Saya pun memasuki gedung pementasan.Panggung megah dan sorotan lampu yang berwarna menjadi ucapan selamat datang bagi pengunjung.Saya pun menduduki kursi kedua dari depan, sesuai permintaan Lita.
Karena bosan menunggu acara yang masih belum dimulai, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengobrol dengan perempuan di sebelah kiriku. Dari percakapan yang begitu panjang, saya mendapatkan beberapa informasi yang membuat saya tak menyangka. Ternyata dia adalah teman Lita di organisasi volunteer. Setiap sore dia sering menghabiskan waktunya di pinggir danau. Ternyata dia adalah perempuan yang sering saya lihat setiap kali saya berkunjung ke taman kampus. Namanya Aisyah, si gadis berkerudung besar.
Keesokan harinya, saya pun menceritakan tentang Aisyah kepada Lita dan memintanya agar saya bisa melakukan pertemuan dengan Aisyah secara langsung. Dua hari kemudian, Lita memberikan kabar kepada saya bahwa saya dapat menemui Aisyah, tetapi dengan beberapa syarat. Salah satunya ialah saya harus membawa Lita, agar pertemuan kami tidak berdua saja, tetapi ada orang ketiga. Kami akan bertemu di hari sabtu, tepatnya tanggal 10 februari. bahagiaku bukan main…!
****
Moment ini saya harus manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenakan pakaian yang rapi dan parfum yang telah kupersiapkan setelah saya mendapat kabar dari Lita beberapa hari yang lalu.
Saya pun menuju tempat yang telah ditentukan sebelumnya. Persyaratan lain dari pertemuan ini, saya harus menjemput Lita terlebih dahulu, agar pertemuan kami tidak berdua saja. Setelah melakukan perjalanan menyelinap dengan kemacetan, akhirnya kami pun sampai.
Tanpa basa-basi Saya mengutarakan apa yang ingin saya sampaikan, tetapi sebelumnya itu, saya meminta Aisyah agar kami bisa berbicara berdua saja. Aisyah sempat menolak, saya tetap meyakinkan Aisyah bahwa kita ini berada di tempat keramaian dan Lita pun akan siap memantau dari jauh, akhirnya Aisyah pun meng-iyakan.
Kami akhirnya berpindah ke taman restoran.Saya sempat merasa canggung, beberapa menit hanya hening yang tercipta, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang ingin saya sampaikan. Saya ingin mengungkap tentang perasaan saya kepadanya, bahwa saya telah jatuh hati dan saya meminta agar dia biasa meneamani saya dalam kegiatan hari valentine nanti. Aisyah sempat kaget atas ungkapanku ini dan menyampaikan beberapa hal kepadaku.
“Maaf, Bagas. Saya yakin Bagas juga tahu bahwa Islam tidak mengenal istilah pacaran yang dikenal adalah proses ta’aruf dan mengenai perayaan hari valentine apakah itu merupakan budaya Barat? Islam tidak pernah mengenal hari valentine, hari kasih sayang itu terjadi setiap hari, bukan hanya di tanggal 14 Februari saja. Bukankah Nabi Muhammad SAW telah bersabda, ‘barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka’?”
Dari apa yang disampakan Aisyah, saya langsung tersadar bahwa apa yang saat ini saya lakukan adalah kesalahan terbesar. Saya telah menjauhi Al-quran dan Sunnah sehingga ajaran-ajaran yang dilarang oleh agama, saya masih melaksanakannya.
Saya meninggalkan Aisyah di taman restoran itu tanpa sepatah kata pun. Saya berlari ke masjid yang berada di dekat restoran dan memohon kepada sang Khalik agar mengampuni dosa-dosa yang selama ini saya lakukan.
*Kabupaten Takalar, 01 Januari 2018.
Hae’ Azzam (nama pena)
Anggota FLP (Forum Lingkar Pena) Unhas,
Pascasarjana Jurusan Matematika FMIPA, angkatan 2016.