Berapa puluh gelisah yang tak tampak selesainya
Dilahap risau tak berarah di antara dinding tanpa sela
Beralasan rindu pada nadi walau hilang jati diri
Dan kepalan tangan mulai enggan menahan eratnya tali
Perjanjian di atas langit dan bumi pun bukan lagi hal pasti
Banyak jawaban diberi namun tak searah dengan tanya
Sementara pertanyaan adalah ilusi yang sepantasnya dihina
Diam dan menetap ialah petuah agar tetap hidup
Meski hidup tak ayal hanya lembah dalam putaran kematian
Yang kerap dibungkam menyiasati kebahagiaan
Maka mulai detik ini
Pucuk dedaunan itu akan tampak di permukaan ruang
Mulanya satu
Lalu muncul yang kedua
Ketiga
Hingga sulit dihitung
Tak jauh dari asal rimbun itu
Ada tatapan getir dan sembab akibat lama membelah bumi
Telah lama tubuhku ditikam
Kini aku menginginkan kehidupan
Meski tidak ada yang peduli akan tulang belulang
Mata merah, tubuh reyot, dan jarum yang mencuat di atas paha
Sosok itu bangkit dan mencari peruntungan
Aku ingin menerjang hingga hanya kulit yang tersisa
Serta darah yang melayang menyembur ke udara
Penulis : Latifa Putri Dimas,
Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Pertanian Unhas,
Angkatan 2019