Tahun lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Dalam kebijakan tersebut, terdapat program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang sangat diminati oleh mahasiswa. Hanya saja, program itu mengalami berbagai permasalahan saat konversi Satuan Kredit Semester (SKS).
Dalam kegiatan sosialisasi outbound PMM MBKM Unhas, Sabtu (21/8) yang membahas pertukaran mahasiswa. Mahasiswa Ilmu Sejarah Nurhajrah mengeluhkan dan mempertanyakan mengenai konversi SKS dalam program ini. Sebab setelah konsultasi dengan Penasehat Akademik (PA), dosennya mengatakan mata kuliah (matkul) tersebut bisa dikonversikan, namun hanya menjadi matkul pilihan.
Kasus lain, juga menimpah Mahasiswa Antropologi, Vio Alvionita, ia memprogramkan SKS penuh di universitas asal dan di program PMM, lantaran takut matkul yang diprogramkan tidak dikonversikan. “Jadi saya ambil 24 SKS di perguruan tinggi (PT) asal dan 20 juga di PT mitra,” jelasnya.
“Setelah saya melihat matkul di PT mitra, tidak ada sama sekali yang sama dengan jurusan, dan memang tidak ada jurusan Antropologi. Saya konsultasi dengan pihak departemen, mereka bilang tidak usah ambil karena tidak bisa dikonversikan nilainya,” ucap mahasiswa angkatan 2019.
Ditambah lagi ada matkul yang bisa dikonvesikan, sayangnya sudah diprogram pada semester sebelumnya. Masalah sistem Konversi SKS ini juga menuai sejumlah komentar dari kalangan dosen. Mereka mengeluh dan mengalami kesulitan dalam penentuan sistem konversi SKS. Apalagi kurikulum belum dibenahi untuk menyesuaikan dengan MBKM sehingga kesulitan untuk konversi. Selain itu mereka bergantung kepada Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) yang sama atau mirip agar dapat dikonversikan.
Hal ini dibenarkan oleh Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP Unhas, Dr Phil Sukri PhD. Ia mengatakan dalam konversi SKS, dibutuhkan CPL yang mirip di setiap mata kuliah yang ingin dikonversi. “Untuk konversi nilai dalam rangka kurikulum adalah matkul yang kira-kira sejalan atau mirip CPL-nya terkait pembelajarannya sehingga kemudian secara mudah dapat dikonversikan secara langsung,” ucapnya melalui telepon Whatsapp, Kamis (26/08).
Senada dengan itu, Kepala Program Studi (Prodi) Kehutanan Muhammad Alif K Sahide SHut MSi, mengatakan prodi-prodi tertentu tidak dapat menyetarakan matkul tersebut. “Contohnya ada mahasiswa yang memprogram Fundamental Grammar, bagaimana kita dapat menyetarakan matkul-nya? Namun ini merupakan hak mahasiswa. Di sisi lain jika mengambil matkul tersebut, kemampuan Bahasa Inggris mereka akan meningkat,” jelasnya melalui Zoom Meeting, Selasa (24/08).
Walau begitu, kata Alif, untuk penyetaraannya prodi tidak diberikan kewenangan secara bebas. Lantaran prodi memiliki capaian belajar yang harus diperhatikan, sehingga prodi sama sekali tidak memfasilitasi semua program MBKM baik yang disediakan oleh Kemendikbud.
Di samping itu, persoalan lain yang dihadapi prodi yakni proses administrasi. Bagi Alif kebijakan yang bersifat sentralistik seharusnya memiliki koneksi bagus dengan pusat. Jadi harapannya sebelum mendaftar di MBKM sudah dapat diketahui CPL-nya, dan matkul-nya di prodi tersebut. “Tidak hanya sekedar mengambil haknya belajar di luar prodi, tapi mengetahui apa yang akan ia pelajari dan sistem penilaian akan dipermudah,” katanya.
Bila ini diterapkan, tidak harus melalui prodi dan langsung secara otomatis masuk ke pusat. Hal ini sama dengan program MBKM yang dilaksanakan dari prodi sendiri, relatif bisa lebih berjalan lancar dibanding kebijakan dari pusat.
Lain hal dengan Alif, Kaprodi Matematika Dr Nurdin SSi Msi menjelaskan bahwa kurikulum perlu dibenahi sehingga dapat disesuaikan dengan program MBKM. Menurut ia, ini membutuhkan waktu yang tidak pendek dan harus memperhatikan faktor-faktor yang lain.
“Prodi lagi dibenahi agar dapat beradaptasi terhadap MBKM dan perlu juga diketahui umur kurikulum masing-masing prodi berbeda. Revisi kurikulum bukan dalam satu atau dua bulan namun tahunan,” jelasnya melalui telepon Whatsapp, Sabtu (29/08).
Penyesuaian kurikulum terhadap MBKM sebenarnya sudah ditegaskan pada PERMENDIKBUD No. 3 Tahun 2020 Januari untuk seluruh perguruan tinggi (PT) dan waktu yang diberikan satu tahun dan nilai cukup menurut para ahli. Namun Ketua Tim Kelompok Kerja (Pokja) PMM MBKM, Drs Andi Ilham Makhmud DipSc MM Apt menjelaskan bahwa awalnya sedikit PT yang telah menyesuaikan sehingga dikeluarkan KEPMENDIKBUD No. 74 Tahun 2021. Tetapi belakangan persentase PT yang telah menyesuaikan meningkat menjadi 70 persen.
Namun, nyatanya masih terdapat banyak mata kuliah yang belum jelas CPL-nya, sehingga kesulitan untuk dikonversikan. Meskipun begitu, kata Ilham untuk CPL yang berbeda-beda ada empat cara konversi SKS. Salah satunya akan dijadikan SKPI, apabila berbeda CPL.
“Permasalahan lain yang kami temukan, SKPI yang didapatkan, tidak ada CPL-nya sama sekali atau belum jelas.” Hal ini menurut Ilham masih perlu dibenahi.
Ilham pun mengimbau agar semua dosen baik yang kurang jelas CPL-nya maupun yang sudah jelas agar segara mengunggah modul pembelajaran merdeka di SPADA DIKTI yang merupakan pembinaan untuk dosen. “Pengunggahan modul ini, diharapkan dapat mengoreksi materi dari dosen,” ucapnya saat diwawancarai melalui Zoom Meeting, Selasa (31/08).
Jika hal ini dapat diperlakukan, keinginan mahasiswa pada mata kuliah yang diprogramkan dapat dikonversikan, namun hal tersebut belum terwujud kepada PT mitra maupun fakultas asal sendiri. Selain karena CPL, menurut Ilham hal ini dikarenakan tidak ada tata kelola. Jika terdapat tata kelola maka akan meminimalisir miskomunikasi hal tersebut.
“Semua kita fasilitasi dan membentuk Person In Charge (PIC) di mana mereka bertanggung jawab untuk menghindari miskomunikasi. Kalau ada tata kelolanya maka tidak mungkin terjadi hal tersebut. PT yang tidak mempunyai tata kelola, menyebabkan Kaprodi atau Dekan tidak paham mengenai KEPMENDIKBUD No. 74,” tuturnya.
Adanya permasalahan yang dihadapi oleh civitas akademika dan Kemendikbud terkait sistem konversi SKS, CPL, kurikulum, hingga tata kelola, menjadi tanda bahwa program PMM ini membutuhkan penyesuaian dalam pelaksanaannya. Program PMM diharapkan dapat dijalankan mahasiswa dan bukan sekadar program uji coba.
Muhammad Alif M,
Wyonna Vanessa, Lusius Kasimirus Aga

Discussion about this post