Bagai makan buah simalakama, Fakultas Teknik Unhas dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit untuk dipilih
Menuju satu abad Indonesia Merdeka pada 2045, pemerintah sejak 2014 berupaya meningkatan mutu, pemerataan, dan akses pendidikan tinggi melalui penambahan jumlah perguruan tinggi. Entah itu universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi baru.
Menanggapi hal tersebut, melalui Surat Keputusan Rektor Universitas Hasanuddin nomor 254821 UN4/ KP.45/ 2014, Unhas membentuk Panitia Persiapan Pendirian Institut Teknologi Sultan Hasanuddin (ITSH) pada Agustus 2014. Di saat yang bersamaan, Pemerintah Kota Parepare berkeinginan membangun institut teknologi dengan nama B.J Habibie, rencana tersebut juga telah disampaikan ke Rektor Unhas kala itu Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu.
Dalam perjalanannya, kemudian terbitlah Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 152 pada Oktober 2014 tentang pendirian Institut Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie di Parepare. Pada tahun yang sama juga diresmikan Institut Teknologi Sumatera, dan Institut Teknologi Kalimantan. Sebagai upaya menjawab ketertinggalan SDM di luar Pulau Jawa.
Sejak saat itu gaung Fakultas Teknik menjadi institut kian hilang, hingga mengemuka kembali pada 2020 dengan terbitnya surat keputusan pembentukan tim implementasi Institut Teknologi Sultan Hasanuddin.
Dosen Teknik Mesin Prof Andi Erwin Eka Putra mengatakan peraturan pemerintah nomor 4 tahun 2014 mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pengelolaan kampus tidak disebutkan mengenai pemekaran perguruan tinggi.
“Jawaban yang telah didengungkan mengenai pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan tinggi di bidang teknologi di Provinsi Sulawesi sudah ada, bukan Fakultas Teknik yang harus keluar,” tegas Guru Besar Bidang Ilmu Rekayasa Termal saat ditemui di ruangannya di Kampus Unhas Gowa, Selasa (24/5).
Lebih lanjut, Erwin menjelaskan Fakultas Teknik Unhas mengelola 13 prodi sarjana, 11 prodi magister, dan 5 prodi doktor sehingga hal ini yang perlu dikembangkan. “Pengembangan Fakultas Teknik, bukan pemisahan,” jelas anggota Senat Akademik FT Unhas itu.
Menurutnya jika pemisahan dilakukan mengakibatkan dosen FT akan mutasi besar-besaran. Dari mahasiswa, dosen, aset, hingga akreditasi diperlukan waktu minimal dua tahun untuk bisa terakreditasi unggul. Dia menyarankan agar Unhas sebaiknya membuat Sekolah Bisnis untuk menunjukkan signifikansi lembaga sebagai perguruan tinggi.“Saat pertama kali dibangun pada 2009, aset FT bernilai 1,2 triliun yang keluarkan negara. Andai kata aset ini harus dikeluarkan menjadi institut, tentu Unhas rugi jika melepasnya. Artinya jika Unhas kehilangan aset sampai 1,2 triliun, bagaimana kampus bisa survive sebagai PTN BH,” ucapnya.
Berbeda dengan itu, Dosen Perkapalan Dr Syamsul Asri menerangkan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pemisahan FT Unhas.
“Wacana ini sebenarnya dari 2004, semenjak kampus dua dibangun di Gowa. Isu itu sudah ada, jadi bukan sesuatu yang baru,” tutur Syamsul, Selasa (24/5).
Kendati demikian, menurut Syamsul konsekuensinya terdapat pada biaya manajemen yang meningkat. “Karena level dekan menjadi level rektor, kemudian jurusan akan meningkat menjadi fakultas,” ujarnya.
Pemisahan FT Unhas ini tak henti-hentinya digaungkan beberapa pihak. Hal ini juga tentunya menuai pro dan kontra dikalangan mahasiswa.
Berdasarkan keterangan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik, Syaiful, mengatakan untuk saat ini mereka belum setuju karena lebih banyak kerugian yang didapatkan.
“Dari hasil kajian Organisasi Kemahasiswaan Fakultas Teknik (OKFT) lebih banyak mudarat ketika menjadi institut,” jelasnya, Minggu (15/05).
Oleh karena nama dan akreditasi Unhas sudah baik. “Belum lagi masalah privilege menjadi mahasiswa Unhas, tentunya akan lepas dari kami sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik,” ujar Mahasiswa Departemen Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Imam Adryzal, Sabtu (16/4).
Salah satu alasan pemindahan FT dari Tamalanrea ke Gowa ialah demi memajukan perkembangan teknologi di Indonesia Timur. Mahasiswa Teknik Elektro Warsito Alamsah mengatakan, saat ini FT sudah sangat mendukung perkembangan dan kemajuan di bidang teknik.
“Jika diubah menjadi institut, maka terkait akreditasi, sarana dan prasarana, juga dari segi struktural, kurikulum, serta tenaga kependidikan perlu diperbarui kembali,” keluh Ito, sapaan akrabnya, Senin (18/4).
Ito menambahkan, mekanisme kolaborasi FT bersama program studi lain akan lebih sulit, terlebih terkait keberlanjutan pengembangan teknologi tepat guna.
“Tidak perlu diubah menjadi institut cukup dimaksimalkan saja kualitasnya, sarana prasarananya menjadi lebih baik lagi,” pungkasnya saat ditemui di Student Center FT Unhas.
Tim Liputan
Koordinator:
Friskila Ningrum Yusuf
Anggota:
Risman Amala Fitra
Nur Ainun Afiah
Nurjihan Shahid
Baca berita sebelumnya: