Aku menatap cakrawala dengan sendu
Lalu mengelak rindu dengan tangguh
Berkokoh ria meski nestapa membelenggu
Mengenyam raga yang tersayat akan ragu
Gemblengan diri merapuh
Ikatan rasa mengendur dengan tabu
Pahit, kering, hampa bercampur jadi kelabu
Malang menjadi arah yang dituju
Tatapan ironi menyala akan cemburu
Dentuman rasa berkecamuk menjadi tabuh
Kembali luka tersisip pilu
Memojokkan diri, bersama dinding menyatu
Nyatanya hati ini kembali terbentur
Tertoreh pedih tersulap keping hancur
Naas, asabiah diri bebal bersandiwara kebal
Melantun kata yang miskin akan sesal
Napas mulai terbebang
Kala realita sudah tak mengambang
Merasa candala, melebur andai dan cita
Dihempas kejam dengan tak terkira
Awalnya rujukan hati mulai menetap
tapi ternyata berlabuh pun enggan
Lantas, haruskah kubercinta dengan senyap?
Atau melacur langlang bak biduan?
Penulis : Iswatun Khazanah,
Mahasiswa Jurusan Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Angkatan 2018