Kekerasan menjadi hal yang sangat sulit dihindari. Mirisnya, praktek kekerasan bisa ditemukan di mana saja, tak terkecuali bidang pendidikan. Sekolah atau kampus yang seharusnya menjadi tempat pembentukan generasi emas bangsa melalui pengajaran dan bimbingan, justru terkadang menjadi tempat yang rawan kekerasan. Hal ini menggerakkan alumnus Unhas, Therry Alghifary untuk mencetuskan Yayasan Kita Bhineka Tunggal Ika (KITA) yang bergerak di bidang pendidikan perdamaian dan anti kekerasan.
Dorongan Therry untuk mencanangkan pendidikan anti kekerasan berawal dari isu kekerasan yang dirasakannya selama menjadi mahasiswa Unhas. Salah satunya adalah pengaderan yang masih sarat akan kekerasan serta konflik-konflik antar fakultas dan mahasiswa lingkungan kampus.
“Di pengaderan saya mengalami kekerasan. Dipukul, ditampar, serta kekerasan fisik dan mental lainnya. Namun, kala itu saya bertahan, dengan intensi kalau saya mungkin suatu saat punya ruang dan peran sehingga saya bisa mengubah hal itu,” ungkap mahasiswa angkatan 2007 tersebut.
Namun, hingga ia menjadi ketua senat FT periode 2011-2012, nyatanya Therry belum bisa menghilangkan budaya pembentukan kader menggunakan kekerasan. Saat itu, ia merasa telah memiliki peran untuk mengubah budaya kekerasan dalam pengaderan, tetapi kesulitan dan tantangan datang silih berganti. Mulai dari tekanan warga lembaga hingga tawuran antara FT dengan banyak fakultas yang sering terjadi kala itu.
Menurut alumni Teknik Elektro ini, pengalamannya sebagai penyintas kekerasan di kampus mengambil peran yang sangat signifikan dalam langkahnya sebagai pelopor anti kekerasan. “Saya tidak pernah menyesal terlibat dalam semua praktek kekerasan semasa kuliah, karena saya percaya Tuhan ingin saya mengalami itu dan akhirnya membuat diri saya yang sekarang berada di jalur pegiat pendidikan anti kekerasan,” imbuhnya.
Menurut Therry, pengalaman yang didapatkan selama menjadi bagian lembaga kemahasiswaan melatih empati dan kepeduliannya. Mungkin awalnya dipaksa tapi lama kelamaan, hal tersebut membuatnya menjadi peduli dengan sekitar dan perasaan itu yang terus tumbuh hingga kini.
Selain itu, sisi kekerasan dan pertentangan batin yang dialami Therry selama di kampus menggembleng jiwanya untuk lebih tangguh. “Dinamika itu saya lewati dan membuat jiwa saya menguat. Selain ketangguhan dan empati, saya juga dilatih untuk kritis dan logis serta menggali kemampuan analitik saya dalam memandang sesuatu,” ujarnya.
Yayasan Kita Bhineka Tunggal Ika (KITA) yang dibangun Therry merupakan sebuah NGO atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi relawan pegiat pendidikan anti kekerasan. Yayasan ini berfokus pada intervensi kekerasan dalam pendidikan dan bagaimana mengharmonikan segala perbedaan yang biasanya menimbulkan konflik. Oleh karena itu, KITA berusaha untuk memberikan pemahaman pada para guru dan pendidik dari kalangan apapun, pegiat komunitas-komunitas pendidikan, serta anak-anak muda agar lebih melek terhadap isu-isu kekerasan yang terjadi saat ini.
Yayasan yang telah berdiri sejak 2015 ini, telah mendampingi lebih dari 5000 pendidik dan pemimpin muda dalam menguatkan kapasitasnya melawan kekerasan dalam pendidikan. Alumnus Jurusan Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Pertahanan Bogor berharap, pemimpin dan pendidik ini akan meneruskan dampak ke penerima lain secara tidak langsung.
“Kami percaya semakin banyak penerima, maka semakin banyak yang merasakan kehadiran dari nilai-nilai yang KITA bawa dan pegang teguh,” kata Therry.
Keputusan menjadi penggiat pendidikan memaksa alumni FT Unhas itu menerima konsekuensi dan berbagai tantangan. Namun, ia sadar bahwa kedamaian harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Karena itu, ia selalu melibatkan orang tua dan istrinya dalam inisiasi dan diskusi perihal kegiatan yayasan.
Menurut Therry, konsistensi dan keberlanjutan merupakan tantangan dalam menjalankan suatu lembaga, tetapi itu semua dapat diatasi dengan terus mengingat atau memperkuat alasan awal suatu pergerakan serta visi misi yang dibawa sejak awal harus selalu dipegang teguh dan dipertahankan.
Walaupun berbagai usaha menciptakan pendidikan tanpa kekerasan telah dilakukan, memang masih banyak kasus-kasus kekerasan yang terjadi dan satu-satunya cara untuk menghentikan itu adalah dengan selalu aktif mengkampanyekan perdamaian.
“Mimpi KITA adalah senantiasa berkontribusi dalam pemeliharaan dan pembangunan perdamaian di Indonesia sebagai wujud partisipasi menciptakan perdamaian dunia,” pungkas Therry.
Anisa Luthfia Basri/Azzahra Zainal