Judul Buku: Tsukuru Tazaki Tanpa Warna dan Tahun Ziarahnya
Penulis: Haruki Murakami
ISBN: 9786024248369
Jumlah Halaman: 345 Halaman
Penerbit: Shincosha Publishing Company Limited
Tahun Terbit: 2018
“Tazaki satu-satunya nama belakang yang tidak memuat warna.”
Melalui salah satu kutipan dari sampul belakang novel karya Haruki Murakami ini, kita diajak untuk menyelami perjalanan hidup seorang bernama Tsukuru Tazaki, tentang eksplorasi mendalam persoalan identitas, persahabatan, dan pencarian makna dalam hidup.
Novel ini memperkenalkan Tsukuru Tazaki yang memiliki arti nama ‘membuat’. Ia menganggap bahwa dirinya seperti orang yang tak berarti dan berbeda dengan sahabat-sahabatnya yang memiliki makna warna dalam nama mereka, Akamatsu (pinus merah), Oumi (laut biru), Shirane (akar putih), dan Kurono (ladang hitam).
Mereka adalah sahabat sejati yang tumbuh bersama sejak masa kecil. Orangtua mereka memiliki hubungan yang erat, sehingga ikatan persahabatan mereka juga semakin kuat.
Namun, ketika tiba saatnya untuk berpisah setelah lulus sekolah, Tsukuru memutuskan melanjutkan pendidikannya di Tokyo, dan meninggalkan keempat sahabatnya di kota kelahirannya, Nagoya. Perpisahan itu membawa perubahan yang tak terduga dalam dinamika hubungan mereka.
Semua bermula saat Tazaki pulang ke Nagoya selama liburan semester, dia menemukan bahwa tidak ada satupun dari sahabat-sahabatnya yang ada di rumah. Orangtua mereka memberikan alasan yang aneh, mengatakan bahwa mereka “sedang keluar”.
Tak menyerah, Tsukuru terus mengirim pesan kepada mereka dan memberitahu bahwa dia sudah pulang. Menunggu dari pagi hingga malam setiap harinya, namun tidak ada jawaban. Biasanya sahabatnya selalu sigap mendengar kabar Tsukuru pulang ke kampung halaman, namun kali ini hening.
Ia menjadi semakin gelisah dan mencoba menelepon mereka setiap hari, tetapi tanggapan yang diterimanya tidak memuaskan. Ao, salah satu dari sahabatnya mencoba menghubunginya kembali. Namun, tak ada sapaan ramah, malahan rasanya seperti menelepon musuh sedari lahir. “Maaf, tapi kami tidak mau kamu menelepon siapapun di antara kami lagi,” kata Ao.
Tsukuru mempertanyakan hal apa yang salah sehingga mereka tidak mau berhubungan lagi dengan dirinya, “Tanyalah dirimu sendiri,” balas Ao dengan suara yang bergetar halus bercampur rasa sedih dan marah. Sebelum Tsukuru hendak menjawab, telepon ditutup.
Tragedi ini terus menghantui Tsukuru selama bertahun-tahun, membuatnya hidup dalam kekosongan dan kesepian yang tak tertahankan. Namun, pertemuannya dengan Sara akhirnya membuka sebuah pintu untuk memahami dan mengungkap sehiah kebenaran di balik perpisahan yang misterius tersebut.
Dalam buku yang berselimutkan ilustrasi warna dan objek ini, membawa kita dalam perjalanan Tsukuru untuk mencari jawaban yang telah dia hindari selama bertahun-tahun.
Novel ini menghadirkan cerita yang sarat dengan emosi, metafora yang dalam, drama, dan karakter-karakter yang kuat dan beragam. Pembaca akan merasa terhubung dengan cerita ini karena mengangkat tema tentang pencarian identitas dan makna dalam kehidupan.
Haruki Murakami juga seolah menyiratkan pesan bahwa semua orang punya warna dalam dirinya, dan kadang dalam permasalahan atau hubungan yang telah padam pada waktu yang lalu, tidak ada salahnya untuk mencarinya kembali dan memperbaiki.
Selain itu, buku ini juga memperkenalkan kita pada beberapa aspek budaya Jepang yang menarik, termasuk tradisi pemberian nama yang mendalam. Nama-nama dalam buku ini mencerminkan harapan dan aspirasi orangtua terhadap anak-anak mereka, yang menambah dimensi kecerdasan buku ini.
Meskipun pada bagian akhir buku ini terasa terburu-buru, namun secara keseluruhan buku ini menjadi sebuah karya sastra yang dapat menggugah hati yang ditulis oleh salah satu penulis terbesar asal negeri sakura, Jepang.
Buku ini mengajarkan kita pentingnya merangkul persahabatan, merenungkan hubungan yang hilang, dan mencari makna sejati dalam hidup. Bagi penggemar karya Haruki Murakami atau mereka yang mencari novel yang merangsang pemikiran dengan sentuhan misteri, buku ini sangat layak untuk dibaca.
Muhammad Nabil Taufik