Sejak UKT ditetapkan 2013 silam, upaya menerjemahkan kebijkan ini di berbagai perguruan tinggi berbeda-beda. Penerapannya pun disesuaikan dengan kondisi kampus.
Sesuai dengan amanat konstitusi yang termuatdalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya, segala upaya perlu dilakukan negara untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satunya, aturan mengenai biaya perkuliahan yang dikenal dengan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Sebelum ditetapkan pada tahun 2013, mahasiswa mesti mengeluarkan berbagai biaya seperti SPP, praktikum, Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan pungutan lainnya. Adanya sistem UKT menjadikan biaya tiap semesternya cukup dibayar satu kali saja.
Setelah diberlakukan, berbagai respon dan tanggapan muncul dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, seperti di Universitas Hasanuddin. Penerapan Permendikbud no. 55 tahun 2013 ini mulai diterapkan di tahun sama pula di Unhas. Berdasarkan Bundel identitas Edisi Akhir Juli 2013, kebijakan UKT yang dilaksanakan di berbagai kampus, untuk di Unhas sendiri tidak semua aturan dari UKT dilaksanakan.
Utamanya terkait penentuan besar dan kecil UKT yang awalnya ditentukan oleh penghasilan orang tua mahasiswa. Namun, Unhas mengambil jalur lain, dengan mengelompokkan biaya perkuliahan berdasarkan jalur masuk mahasiswa. Artinya kelompok satu dan dua diperuntukkan bagi mahasiswa yang lulus jalur undangan dan bebas tes.
Kala itu, Unhas mempertimbangkan proses evaluasi data kelompok UKT dengan dasar penghasilan orang tua, membutuhkan waktu yang lama. Kedua, memungkinkan adanya gejolak lain dalam aturan ini, seperti UKT terkesan naik.
Hal ini juga terjadi, di pasal 5 Permendikbud no. 55 tahun 2013 dimana ditegaskan kampus tidak boleh memungut uang pangkal dan pungutan lain, selain UKT yang dimulai tahun akademik 2013-2014.
Bila menelisik ke belakang, ada beberapa pembayaran yang tidak masuk dalam cakupan UKT. Misalnya, pembelian jas almamater, buku diktat praktikum, diktat mata kuliah umum, uang praktik industri dan uang belajar lapangan, dikutip dari Bundel identitas Edisi Akhir Juli 2013.
Dalam bundel identitas Edisi Akhir Agustus 2013 dijelaskan biaya pengeluaran di luar UKT tidak bersifat memaksa dan merupakan kebutuhan mahasiswa sendiri, seperti ber-KKN.
Setahun kemudian, Rektor Unhas mengeluarkan Surat Keputusan No. 20999/UN4/KU.19/2014 tentang penerapan UKT bagi mahasiswa di tahun 2014. Aturan ini, mengubah pengelompokkan UKT yang sebelum berdasarkan jalur masuk penerimaan mahasiswa baru. Menjadi penentuan sesuai dengan penghasilan orang tua.
Penentuan kelompok UKT mahasiswa ditetapkan melalui verfikasi berkas slip pembayaran rekening listrik dan air, serta slip gaji orang tua. Namun, UKT yang tetap didasarkan pada slip gaji orang tua, tidak merubah kelompok UKT si mahasiswa apabila, orang tua pensiun bulan depan atau dua bulan kemudian, dikutip dari Bundel identitas Edisi Akhir Juli 2014.
Selain itu, pungutan di celah UKT pernah dicatat dalam Bundel identitas Awal November 2014, mahasiswa harus mengeluarkan dana lagi untuk keperluan kuliah, seperti buku wajib Mata Kuliah Umum (MKU).
Kala itu, pihak Kepala Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum, Rahmatullah SIP, membenarkan jual beli buku tersebut, dan memang bukan termasuk nomenklatur pembayaran dalam UKT.
Wakil Rektor Bagian Administrasi dan Keuangan mengatakan selama berlakunya UKT, tidak ada pengutan seperti buku, bahan-bahan laboratorium, ujian dan modul. Serta belum ada regulasi yang jelas mengatur pungutan tersebut.
Tahun berganti, kebijakan berubah, UKT yang dulunya ditetapkan hanya lima kelompok, di tahun 2018 terjadi penambahan menjadi tujuh kelompok. Semakin tinggi kelompok UKT, semakin tinggi pula besaran yang harsus dibayarkan.
Dalam bundel identitas Edisi Agustus 2018, berdasarkan SK Rektor Unhas No. 37451/UN.4.1/KU.21/, penetapan kelompok UKT satu dan dua diperuntukkan bagi mahasiswa dengan latar belakang ekonomi yang kurang mampu dibuktikan dengan keterangan, seperti Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Kini, di tengah pandemi Covid-19, para mahasiswa di Perguruan Tinggi menuntut kebijakan baru terhadap UKT, dimana membebaskan atau meringankan UKT selama pandemi ini.
Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud), mengeluarkan aturan seperti dalam Permendikbud 25/2020 memberikan keringanan UKT bagi mahasiswa yang menghadapi kendala finansial selama pandemi.
Ada empat, arah kebijakan baru dari UKT dapat disesuaikan dengan mahasiswa yang keluarganya mengalami kendala finansial, mahasiswa tidak wajib membayar UKT jika sedang cuti kuliah atau tidak mengambil SKS sama sekali, kemudian pemimpin PT dapat memberikan keringanan UKT dan menetapkan UKT baru terhadap mahasiswa.
Terakhir, mahasiswa di masa akhir kuliah membayar paling tinggi 50% UKT jika mengambil tidak lebih dari 6 SKS.
Dalam meringankan UKT, ada lima jenis bentuk keringanan yang dapat diajukan bagi mahasiswa yang kuliahnya terdampak Covid-19. Diantaranya mahasiswa dapat mengajukan cicilan UKT bebas bunga.
Kedua, mahasiswa dapat menunda pembayaran UKT, ketiga mahasiswa bisa mengajukan penurunan biaya kuliah sesuai dengan kemampuan ekonominya. Keempat, semua mahasiswa berhak mengajukan diri untuk menerima beasiswa. Kelima, semua mahasiswa dapat mengajukan bantuan dana untuk jaringan internet dan pulsa (berdasarkan pertimbangan masing-masing PTN).
Tim Laput