Tepatnya pada 21 Mei, Indonesia akan merayakan 23 tahun Reformasi. Memasuki usia yang lebih dari dua dekade, agenda Reformasi nyatanya belum terlaksana seperti yang mimpi para aktivis 1998.
Peristiwa Reformasi 1998 sendiri merupakan momen bersejarah dan penting bagi ibu pertiwi. Selain mengakhiri masa pemerintahan Soeharto yang dikenal sebagai rezim otoriter dan militeristik, reformasi juga membawa angin perubahan. Di antaranya budaya berdemokrasi, penegakan hukum, serta pemberatasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Namun, masyarakat kini cukup kecewa dengan agenda Reformasi 1998. Ketidakberhasilanan penegakkan hukum ditandai dengan berhentinya upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan melemahnya pemberatasan korupsi. Memasuki Mei 2021, kita sebagai generasi muda harus turut memaknai peristiwa tersebut. Lantas bagaimana cara Anda memaknai Reformasi? Di bawah ini ialah beberapa hal yang bisa dilakukan.
Mempelajari Sejarah Reformasi 1998
Sejarawan Salim Said menegaskan kembali apa yang pernah dikatakan Presiden Soekarno, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Ungkapan ini ia sampaikan di talk show tvOne pada Feb 19, 2021. Menurutnya ketika tidak mengetahui sejarah, kita tidak akan tahu ke mana tujuan bangsa.
Mempelajari sejarah Reformasi 1998 merupakan salah satu langkah agar tetap merawat memori kolektif sebagai bangsa. Setiap generasi mestinya mempelajari masa lalu, utamanya generasi yang dilahirkan pasca tahun 1998. Jangan sampai terbui dengan kebebasan yang dirasakan sekarang tanpa mengetahui bahwa kebebasan itu diraih dengan perjuangan.
Menyampaikan Peristiwa Reformasi kepada Generasi Muda
Selain mempelajari sejarah, cara lain yang dapat dilakukan memaknai Reformasi 1998 adalah menyampaikan peristiwa ini kepada generasi muda. Hal ini bisa dimulai dari lingkungan sekitar, misalnya membicarakan peristiwa ini kepada saudara atau adik dan sepupu.
Menyampaikan sejarah kepada anak-anak harus dengan cara menyenangkan dan mudah dimengerti. Salah satu cara membentuk karakter bangsa adalah pembelajaran masa lalu. Dengan mempelajari sejarah, kita dapat mengetahui nilai atau pesan yang hendak disampaikan. Begitu pula dengan Reformasi sebagai salah satu tonggak peristiwa Indonesia.
Merawat Kebebasan
Kebebasan bukanlah hadiah yang turun dari langit, begitulah kata yang menggambarkan kebebasan yang dinikmati sekarang. Kebebasan pers, berserikat, berpendapat di media sosial merupakan hasil perjuangan dengan mengorbankan pemuda untuk meraih reformasi. Merawat kebebasan dan terus menyuarakan suara-suara di ranah publik adalah cara kita memaknai perjuangan para Reformis 1998.
Mengutip Kontan.co.id. Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, kebebasan bagaimana pun menjadi simbolisasi perlawanan terhadap otoriter pemerintahan Soeharto. Walaupun ada yang beranggapan kebebasan sekarang kebablasan, inilah konsekuensi yang harus dihadapi.
Ikut berpartisipasi dalam pemilihan
Cita-cita reformasi dalam pemerintahan adalah partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. Pemilihan umum (Pemilu) dilakukan pertama kali pada 7 Juni 1999 pascareformasi. Pemilu digelar secara serentak guna memilih anggota DPR, DPRD I dan DPRD II.
Adapun buah dari reformasi adalah demokrasi, berpartisipasi dalam pemilu merupakan penghargaan kita terhadap pengorbanan para Reformis 1998. Sedangkan tidak golput adalah upaya kita menentukan masa depan bangsa.
Menghindari SARA
Adian Napitupulu, salah satu tokoh Reformasi 1998 menyampaikan, selain kemajuan dalam reformasi, terjadi juga kemunduran. Dalam hal ini, isu suku, agama, ras dan antargolongan yang berkembang setelah reformasi menyebabkan mandeknya proses transisi demokrasi di Indonesia.
Peristiwa seperti konflik antar etnis pribumi dan etnis Tionghoa, konflik agama di Ambon 1999, menjadi referensi untuk tetap menjaga kemajemukan di tanah air. Itulah mengapa, menghindari SARA berupaya agar reformasi tidak mengalami kemunduran.
Penulis : Arisal
Editor : Nadhira Sidiki