Dia kukuh dengan idealis dan cintanya
Memesona para petani, pengamen, pejalan dan gelandangan
Mencaci para kapitalis negeri, karena airpun harus dibeli
Bukankah tanah, air dan udara itu gratis?
Pemuda dengan idealismenya itu
Memaki manusia yang menyiakan alam
Tak bisa tidak bila tak dikotori
Miris!
Limbah dimana-mana, membuatnya resah pada kota
Berpikirlah ia, bahwa alam akan bahagia bila tak ada manusianya
Kegelisahannya menciptakan pergerakan
Berjuang melindungi semua yang dicintanya,
Mengedukasi anak di perbatasan negeri
Menghimpun Pace Mace, untuk lawan para kaki tangan negara,
Yang ingin mengganti sagu dengan sawit, dengan sawah, dan dengan tambang
Membuatnya menjadi pemberontak dalam pikiran para elit kapitalistik
Dia dituduh, dicari, dikejar, ditembaki, dan akhirnya matilah dia
Tuhan yang maha kuasa
Melihat semuanya dengan leluasa
Satu hal yang sudah terlanjur
Mau atau tidak mesti bilang syukur
Pulanglah dia dalam dekapan sang pencipta
Tapi semua kasih dan sayangnya, bersemayam dalam ingatan semesta
Penulis : Widya Sari Asis,
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya,
Angkatan 2018