Kabupaten Pangkep dikenal dengan jargonnya Boledong, yang berasal dari kata bolu (Ikan Bandeng), lemo (Jeruk), doang (Udang). Dimana masyarakat mengembangkan tanaman jeruk, namun jeruk pamelo dihadapkan masalah rendahnya tingkat produktivitas karena serangan hama ulat penggerek bunga dan puru buah (Prays spp) serta lalat buah (Dacus sp).
Hama puru buah merupakan salah satu hama utama yang menyebabkan kuantitas dan kualitas buah menurun. Gejalanya dapat diliat dari bunga dan buah kecil berguguran, sedangkan pada buah yang besar terdapat puru-puru atau tonjolan-tonjolan pada buah dengan lubang (garis tengah 0,3-0,5 cm) yang mengeluarkan getah.
Hal ini menyebabkan harga buah jeruk turun dan mempengaruhi pemasarannya. Di sisi lain, keberadaan semut rangrang atau “karella” di pertanaman jeruk pamelo, sangat potensi untuk dimanfaatkan sebagai ahens pengendali hayati hama tersebut.
Oleh karena itu, kami terpanggil untuk melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di lokasi Mitra (Kelompok tani Mattirowali 2) di desa Ma’rang Kecamatan Marrang Kabupaten Pangkep yang dimulai pada, Sabtu, 14 November 2020. Kegiatan tersebut dibawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Unhas, dengan tim pelaksana kegiatan yaitu Nurariaty Agus, Tutik Kuswinanti, Ahdin Gassa dan Rahmadani dengan keahliannya masing-masingmelakukan penyuluhan dan demonstrasi terkait dengan pemanfaatan sumber daya lokal yaitu konservasi semut rangrang untuk mengendalikan hama puru buah jeruk dan masalah kelembagaan dan pemasaran buah jeruk.
Sebelumnya kami melakukan survei lokasi di areal perkebunan jeruk di Kabupaten Pangkep, dan ditetapkanlah kelompok Tani Mattrirowali 2 sebagai mitra untuk pelaksanaan kegiatan. Setelah berkoordinasi dengan ketua kelompok tani dan petugas pertanian setempat, maka dipersiapkanlah materi yang terkait dengan kegiatan, seperti materi penyuluhan, bahan-bahan untuk konservasi semut, persiapan kebun percontohan dan sebagainya.
Lokasi penyuluhan disepakati di sekitar kebun jeruk untuk memudahkan praktek, sehingga dipilihlah salah satu rumah anggota kelompok Tani Mattirowali 2 di sekitar kebun jeruknya. Persiapan bahan untuk konservasi semut rangrang berupa pakan semut yang bahan bakunya banyak di lokasi yaitu dari limbah ikan bandeng dan usus ayam, dibuat di Laboratorium Pengendalian hayati, Fakultas Petanian Unhas. Selanjutnya dikemas untuk dibagikan ke masyarakat yang dilengkapi dengan wadah penyimpanan pakan berupa botol plastik.
Baca Juga : Tiada Pekarangan Tanpa Buah Naga, Upaya Pengabdian Masyarakat di Soppeng
Adanya Covid-19 menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan karena tidak boleh mengumpulkan massa. Selain itu, juga hambatan teknis karena kondisi pertanaman jeruk. Efektifitas pemberian pakan, sebaiknya pada saat pembungaan dan buah-buah muda. Jadi, kegiatan penyuluhan dilakukan ketika Covid-19 agak berkurang.
Penyuluhan dihadiri oleh anggota kelompok Tani Mattirowali 2, kepala BPP, koordinator POPT Kec. Ma’rang, petugas-petugas (PPL dan POPT) dan tokoh-tokoh masyarakat. Materi terkait dengan teknis hama, penyakit dan musuh alami, khususnya tentang hama puru buah, hama lalat buah jeruk dan semut rangrang, disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Nurariaty Agus, M.S, sedangkan yang terkait dengan pemasaran dan kelembagaan disampaikan oleh Dr Ir. Rahmadanih, MS. Pada saat diskusi, yang dihadiri sekitar 30 orang, baik pria maupun wanita tampaknya sebagian besar peserta belum paham tentang apa yang terjadi pada tanaman jeruknya dan pengelolaan produksinya.
Dengan demikian, kami dapat mengidentifikasi beberapa masalah dari aspek teknisnya yaitu ketidakpahaman tentang penyebab dari munculnya benjolan-benjolan yang disebut puru atau “gall” pada buah jeruknya. Semua dianggapnya adalah lalat buah yang menyebabkan buah jeruk menjadi busuk. Itulah yang menyebabkan teknik pengendalian yang dilakukan oleh petani tidak tepat.
Pada umumnya petani menggunakan pestisida sintetik, bahkan yang menyedihkan lagi adalah semut rangrang pun dikendalikan karena dianggap sebagai hama. Masyarakat belum paham tentang peranan semut rangrang, sehingga tidak ada upaya untuk mengkonservasinya. Di sisi lain, ketika panen dianggapnya bahwa produksinya banyak namun ada gangguan pemasarannya karena kualitasnya yang rendah akibat serangan hama puru buah, sehingga harga pun hanya dinilai oleh para tengkulak Rp 2000- Rp 3000 per biji.
Selain itu, saluran pemasaran yang tidak jelas, juga membuat petani resah. Kalau puncak panen buah, mereka pernah melakukan pengolahan hasil menjadi beberapa produk seperti dodol, minuman dll. Namun hanya waktu-waktu tertentu saja, tidak berkesinambungan. Padahal menurut informasi, bantuan peralatan sudah ada.
Berdasarkan masalah tersebut, kami memberikan solusi dengan memilih cara pengendalian hama puru buah yang tepat agar bisa meningkatkan kualitas buah jeruk, diantaranya dengan memberikan pakan tambahan pada semut rangrang agar populasi dan peranannya sebagai predator hama dapat ditingkatkan. Hal tersebut sudah didemonstrasikan dan dipraktekkan dan bahan-bahannya sudah dibagikan kepada peserta. Terkait dengan masalah sosial, disarankan agar kelompok Tani Mattirowali 2, membuat lembaga sendiri agar keluhan harga dan rantai pasar dapat dikelola sendiri. Namun demikian, perlu ada pembinaan dari pemerintah daerah setempat dan kesadaran petani. Perlu juga kerjasama antara Pemda Pangkep dengan Unhas agar jeruk pamelo ini bisa diselamatkan, tidak seperti jenis-jenis jeruk lain di Sulawesi Selatan yang tidak terdengar lagi gaungnya.
Dari kegiatan ini, kami berharapa kelompok Tani Mattirowali melakukan konservasi semut rangrang untuk mengendalikan hama puru buah agar kuantitas dan kualitas buah jeruk Pamelo dapat ditingkatkan. Selain itu, segera bentuk lembaga yang dikelola sendiri. Dengan demikian, kesejahteraan petani jeruk pamelo dapat ditingkatkan dan jeruk pamelo Pangkep akan berkibar di tingkat Nasional bahkan Internasional.
Penulis Nurariaty Agus,
Dosen Fakultas Pertanian Unhas