“Alasan utama kampus harus menerapkan K3 adalah alasan moral karena K3 termasuk dalam hak asasi manusia. Kedua ialah alasan filosofi dan terakhir institutional reputation karena merupakan citra dari sebuah kampus.”
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan segala kegiatan dalam penjaminan dan perlindungan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja yang dimaksud merujuk kepada K3 yang digeneralisasikan oleh tiga faktor penyebab, yaitu; unsafe act, unsafe condition, dan kesalahan manajemen. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan kesehatan, meminimalisir resiko kerja, menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dan meningkatkan produktivitas.
Merujuk pada Peraturan Rektor No.12/UN4.1/022 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja menjadi landasan utama mengapa kampus harus memiliki sistem K3 yang memadai.
Unhas sendiri baru saja memiliki lembaga khusus (Subdirektorat Penjaminan K3) yang menangani masalah K3 secara terpusat. Melihat hal tersebut, lalu seberapa pentingkah K3 dan bagaimana idealnya di lingkungan kampus. Berikut wawancara khusus reporter PK identitas Unhas, Achmad Ghiffary M dengan Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Hasanuddin, Prof H Yahya Thamrin SKM MKes MOHS PhD, Jumat (7/10).
Bagaimana idealnya penerapan K3 di lingkungan kampus?
Idealnya kampus itu harus memiliki sertifikat Sistem Manajemen K3 (SMK3) atau ISO 45001. Karena K3 di lingkungan kampus itu adalah keharusan, pimpinan universitas wajib menjamin semua orang yang masuk kampus, baik itu dosen, mahasiswa, karyawan, bahkan tamu harus dalam keadaan aman dan sehat, terbebas dari semua potensi kecelakaan. Kampus kan merupakan sebuah tempat kerja. Tugas kampus memang harus menekan seminimal mungkin risiko kecelakaan sehingga civitas akademika terbebas dari kecelakaan kerja. Hal tersebut sudah di atur dalam UU No 1 Tahun 1970 yang mengamanahkan semua pimpinan suatu perusahaan atau institusi bisa menjamin karyawannya aman dan bebas dari kecelakaan.
Apa saja yang tercakup dalam K3?
K3 memiliki dua jalur utama, pertama itu keselamatan kerja, keselamatan kerja itu mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Seperti kemarin terjadi pada dosen yang kecelakaan dan mahasiswa yang terjatuh di Ramsis. Kedua ialah Kesehatan kerja, mencegah penyakit akibat kerja. Misalnya kalau mahasiswa beraktivitas di laboratorium, penggunaan bahan-bahan kimia dan pemeriksaan mikrobiologi berpotensi memberikan mahasiswa paparan terhadap mikrobiologi, itu bisa menyebabkan penyakit akibat kerja.
Bagaimana tanggapan Anda terkait penerapan K3 di Unhas?
Alasan utama kampus harus menerapkan K3 adalah alasan moral karena K3 termasuk dalam hak asasi manusia. Kedua ialah alasan filosofi dan terakhir institutional reputation karena merupakan citra dari sebuah kampus. Jika kita melihat penerapan K3 di luar negeri, seperti di Australia, mahasiswa di sana sebelum masuk kuliah, mereka di berikan safety induction, seperti pengenalan potensi-potensi bahaya, pengenalan rambu-rambu, dan ujian K3. Dan menurut saya, itu yang belum terlihat di Unhas, sehingga Unhas harusnya berbenah. Mungkin jika kita melihat ke skala yang lebih kecil, Saya kira Fakultas Kesehatan masyarakat (FKM) dan Teknik sudah cukup baik dalam penerapan K3 nya, mungkin karena FKM ada prodi K3 sedangkan Teknik memiliki banyak laboratorium yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja.
Bagaimana tanggapan Anda terkait pernyataan “budaya K3 di Unhas yang baru timbul setelah adanya akreditasi internasional”?
Pernyataan tersebut menandakan adanya kesalahpahaman terkait budaya K3. Seharusnya K3 bisa diwujudkan sebagai bagian dari perilaku civitas akademika, seperti pola pikir, pengetahuan, tingkah laku, dan praktik. Sehingga bisa terwujud dalam perilaku yang sehat dan aman. Kita inginkan adalah pendidikan K3 itu dilakukan di hulu, karena terkadang ketika suatu fakultas telah mendapat akreditasi, mereka langsung meninggalkan budaya tersebut.
Mengapa kesadaran akan pentingnya K3 di masyarakat itu masih rendah?
Hal tersebut memang sudah menjadi masalah besar di banyak negara berkembang, seperti Indonesia. Kurikulum K3 tidak terintegrasi dengan kurikulum Pendidikan sejak dini. Kalau di negara maju , anak-anak usia dini sudah diajarkan cara menyelamatkan diri ketika ada bencana, cara menyeberang jalan, bahkan mengidentifikasi benda-benda yang berbahaya. Memang kalau kurikulum K3 tidak dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan, maka kesadaran akan K3 itu akan sulit terbangun.
Bagaimana tanggapan Anda terkait berdirinya Subdirektorat penjaminan K3 yang baru saja terbentuk?
Hal itu merupakan indikasi yang baik bahwa Unhas sudah memiliki kepedulian terhadap K3. Saran saya, lembaga tersebut nantinya harus menciptakan safety culture di Unhas, bisa memberikan materi terkait K3 ke mahasiswa baru, dan memberikan simulasi seperti pemadaman api dan latihan evakuasi. Agar bisa maksimal, Unhas harus berani berinvestasi ke K3 karena dampaknya yang harus dilihat dalam jangka waktu panjang. Jangan dipandang sebagai pengeluaran, itu merupakan paradigma yang salah. Karena K3 ini bisa meningkatkan institutional reputation.
Apa harapan Prof terkait K3 di Unhas kedepannya?
Harapan saya semoga penerapan K3 di Unhas semakin diperhatikan, safety awareness selalu meningkat, komitmen pimpinan Unhas, fakultas, dan para pengambil kebijakan di Unhas semakin kuat terhadap K3. Sehingga kita bisa mewujudkan kampus yang aman, sehat, serta terbebas dari penyakit dan kecelakaan kerja.
Profil Narasumber:
Nama Lengkap: Prof H Yahya Thamrin SKM MKes MOHS PhD
Tempat Tanggal Lahir: Maros, 18 Februari 1976
Pendidikan: S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar (1998)
S2 Epidemiologi Universitas Hasanuddin Makassar (2002)
S2 Occupational Health and Safety University of Adelaide Australia (2009)
S3 Occupational Health and Safety University of Adelaide Australia (2016)