Umumnya, culture shock sering terjadi bagi mereka yang merantau, khususnya mahasiswa. Hal ini pun terjadi pada Muslimin. Namun, apa saja yang dilakukan Muslimin menghadapi perbedaan budaya itu dan bisa menjadi Ketua PKM Center Unhas ?
Imej Suku Kajang di Kabupaten Bulukumba, terkungkung dan terisolasi dari perkembangan dunia luar dengan hanya mendapatkan ilmu dari leluhur mereka, terbantahkan sudah.
Adalah Muslimin, mahasiswa Jurusan Antropologi Universitas Hasanuddin, justru menjadi ikon Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Center. Terlebih setelah terpilih sebagai Ketua. Bahkan bungsu dari tiga bersaudara ini, justru tampil mencengangkan ketika ikut Pimnas angkatan ke-30.
Pria yang hobi menulis ini, menceritakan pengalamannya saat-saat menjelang terpilih sebagai Ketua PKM Center. “Saya terpilih menjadi Ketua PKM Center dari hasil pemilihan para inisiator PKM Center yang sebelumnya merupakan para alumni Pimnas angkatan ke-30. Saya juga termasuk salah seorang di antara mereka,” ungkapnya.
Muslimin mengakui, dirinya telah aktif dalam dunia karya tulis ilmiah sejak masih menjadi mahasiswa baru di tahun 2016. Dan itu diakui kalau PKM adalah tempatnya mengasah ilmu. PKM merupakan ajang yang sangat baik bagi para mahasiswa untuk memberikan sesuatu bagi kemajuan Indonesia di samping dari pengembangan minat dan bakat mahasiswa.
“Perjalanan menuju seperti ini, tidaklah mudah. Saya kan berasal dari kampung, jadi pada waktu sampai di Unhas, sempat terjadi culture shock. Terlebih lagi, saya lahir dan besar sebagai Suku Kajang yang notabenenya sangat tertutup dari pengaruh luar,” jelas Muslimin.
Menurutnya, dia kaget dengan banyaknya hal baru yang ditemukan di luar kampungnya. Tentang cara berpakaian yang menurutnya sangat berbeda dengan yang ada di kampungnya. Selain itu, juga mengaku cukup kesulitan menggunakan Bahasa Indonesia, yang terkadang masih sering menggunakan Bahasa Konjo dalam bercakap-cakap sehari-hari.
Hal ini didasarkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan yang ada di kampungnya dengan di Makassar. Minimnya pengetahuan sebagai mahasiswa yang berasal dari kampung, Muslimin mengakui pada awalnya sempat kesulitan mengoperasikan laptop, dan hal itu terjadi pada bulan keduanya berkuliah di Unhas.
“Sebenarnya, saya sempat tidak mendapatkan restu dari orang tua perihal berkuliah. Latar belakang orang tua melarang saya untuk melanjutkan kuliah dikarenakan berbagai faktor. Salah satunya, kurangnya pengetahuan para orang tua di sana akan pentingnya pendidikan. Tetapi, karena tekad yang membara, saya akhirnya berhasil kuliah di Unhas melalui jalur SBMPTN kala itu. Saya juga telah mendaftar di SNMPTN, namun dinyatakan tidak lulus,” beber Muslimin.
Dia mengakui, pada awalnya sangatlah sulit baginya untuk bertahan sendirian terlebih ia hanya mengandalkan beasiswa bidikmisi. Namun, berkat usaha dan tekad kuatnya akhirnya ia dapat membuktikan dan dapat berhasil hidup mandiri di Makassar.
Kali pertamanya, pria kelahiran 8 September 1998 ini mulai berkecimpung di dunia Penelitian PKM pada tahun 2016 dan penelitian PKMSH pertamanya berjudul; ‘Hilangnya Tradisi Dikki-dikki dalam Perkawinan Masyarakat Kajang’.
Muslimin menuturkan, kebetulan dia berasal dari suku Kajang sehingga membuatnya berkeinginan mengangkat topik tersebut. Di samping itu, topik tersebut juga berasal dari cerita orang tua di kampung yang mengatakan bahwa tradisi perkawinan saat ini berbeda dengan tradisi yang ada di zaman dulu. Atas dasar ini menguatkan tekadnya dan timnya untuk meneliti lebih lanjut.
Sedangkan PKMPSH keduanya, berbicara tentang Eksistensi Pantai Talopi studi tentang Sulitnya Regenerasi Pengrajin Kapal Phinisi di Kecamatan Bontobahari. Muslimin mengambil topik ini karena pada saat itu teringat ketika melakukan pelatihan penelitian oleh LIPI dan kebetulan mendengar informasi tentang krisis regenerasi pembuatan kapal phinisi.
PKM ketiganya masih melakukan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya, yang masih berkenaan dengan ‘Eksistensi Seni Pembuatan Kapal Phinisi Sebagai Warisan Budaya Dunia’. Mahasiswa yang memiliki hobi menulis ini mengaku ingin melihat apakah telah ada upaya pelestarian seni pembuatam kapal pinisi atau tidak. Sehingga pada judul ia menuliskan kata ‘Bangkit atau Dilupakan’.
Yang paling membanggakan dirinya, berkat proposal PKM ketiganya ini ia berhasil meraih medali perak di ajang kompetisi Poster Penelitian terbaik PKM 2019 , yang saat itu diselenggarakan di Universitas Udayana, Bali.
Adapun kesan yang sangat membekas di benak anak pasangan Biraeng dan Udding ini selama mengikuti PKM, dia belajar banyak hal, tidak hanya tentang penelitian, namun juga kerja sama dan manajemen waktu. Selain itu, dia mengungkapkan banyak belajar dari orang-orang baru yang ia temui yang tentunya berbeda karater. Dia mengakui, bukan hanya belajar mengenai data-data penelitian tetapi juga banyak belajar tentang kehidupan dari PKM. “Saya menyadari masih banyak hal yang mesti dipelajari. Namun pada intinya, PKM merupakan media pendidikan yang luar biasa,” ujarnya.
Dirinya juga berpesan kepada mahasiswa, “jika Anda ingin ikut PKM. Silakan ikuti itu karena hati karena minat dan karena anda tertarik untuk menyelesaikan ragam masalah dari masyarakat. Jangan ikut ber-PKM karena reward atau apaun itu. Ikutlah ber-PKM karena tanggung jawab intelektual tentang apa yang harus anda sumbangkan untuk Unhas, masyarakat, dan yang paling penting adalah proses dari PKM. Insya Allah akan mendewasakan Anda,” jelasnya.
Lolosnya pria kelahiran Pattiroang, Sulsel ini menghantarkannya pada student exchange di Eropa, dia dan teman-temannya yang lolos sampai tahap nasional pada tahun 2017. Kala itu berkesempatan mengunjungi beberapa Negara di Eropa, seperti Belgia, dan Prancis. Student exchange ini merupakan yang pertama baginya, disusul pada tahun selanjutnya selepas lolosnya kembali ia beserta tim nya ke PKM tahap nasional di tahun 2018, pihak Unhas kembali memberikan reward berupa student exchange ke Korea Selatan.
Harapan dari anak ketiga dari ketiga bersaudara ini menuturkan, agar para mahasiswa khususnya Unhas lebih tertarik mengikuti ajang karya ilmiah seperti ini, karena menurutnya bukan hanya tentang apa yang almamater berikan kepada kita namun juga adalah tentang apa yang dapat kita berikan kita berikan kepada almamater.
Salsabella Anzalta