Unhas telah melahirkan banyak alumni yang berkiprah di berbagai sektor di seluruh penjuru bangsa ini. Sebagai kampus terbaik di kawasan Indonesia Timur, Unhas Tamalanrea juga semakin mempercantik diri. Perbaikan fasilitas-fasilitas yang mendukung kenyamanan di kampus merah itu. Akhir-akhir ini, yang semakin menarik dari kampus merah adalah dengan dibangunnya ruang terbuka hijau (RTH) Universitas Hasanuddin. Luasnya 2,4 Hektar, RTH ini menjadi tempat baru bagi warga Kota Makassar, menikmati hijau dan sejuknya kampus merah.
RTH yang menelan anggaran mencapai 9,3 miliar rupiah itu, dibangun pada tahun 2017. Menggunakan konsep perpaduan empat unsur, yakni maritim, konektivitas, danau serta ruang terbuka hijau. Hal inilah yang membuat RTH menggambarkan ciri khas tersendiri dari kampus merah. Membuat banyak masyarakat secara umum berdatangan untuk menikmati RTH Unhas, dampak positif dari hal ini adalah kampus Unhas menjadi tempat yang nyaman, dan bisa diakses untuk seluruh kalangan masyarakat secara umum.
Namun permasalahan yang terjadi adalah RTH dijadikan tempat untuk para muda mudi berpacaran, pemandangan ini sering dijumpai di beberapa tempat yakni taman unhas, dan danau dekat lapangan sepak bola. Terkadang terlihat satu ayunan berisi pasangan muda mudi sedang berpacaran. Ada anak SMP atau SMA yang bahkan masih mengenakan seragamnya. Kondisi ini tentu menurunkan citra RTH Unhas sendiri.
Selain itu, posisi RTH Unhas yang tak jauh dari Masjid Kampus Unhas sendiri, yang notabennya sebagai tempat beribadah. Sedangkan di seberang jalan sangat kontras hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma yang ada. Apakah RTH dibangun untuk menjadi tempat dimana norma-norma tidak lagi diindahkan? Di manakah budaya orang timur, khususnya bugis dengan budaya siri’-nya. Kini sudah tidak ditemui lagi, terlebih ini terjadi di kawasan kampus kebanggan, Kampus Merah.
Apabila melihat secara lebih jauh, hal ini terjadi akibat dibukanya RTH Unhas untuk masyarakat umum, sehingga siapa saja boleh masuk dan menikmati fasilitas yang menelan anggaran fantastis ini. Namun, seharusnya masyarakat umum bisa mengedepankan budaya orang timur dengan mengedepankan siri’-nya itu, sehingga di mana pun dan kapan pun kita berada, kita akan tetap menaati norma-norma yang berlaku.
Namun apabila kita melihat upaya preventive, pihak kampus belum mengadakan aturan mengenai tindakan yang melanggar norma seperti berpacaran, yang ada hanya aturan untuk melindungi tanaman saja. Menjaga kebersihan dan hal-hal yang berkaitan dengan penjagaan fasilitas yang ada, padahal yang jauh lebih penting daripada itu adalah pendidikan moral secara tidak langsung kepada masyarakat umum, melalui peraturan-peraturan yang seharusnya diberlakukan. Menurut penulis, sebenarnya hal ini jauh lebih urgen dan perlu untuk diperhatikan.
Apabila hal ini dibiarkan secara berlarut-larut, secara otomatis akan berdampak pada RTH Unhas. Menjadi tempat bagi muda-mudi untuk berpacaran yang otomatis akan merusak image kampus kebanggan, terkesan mereka dibiarkan untuk melakukan pelanggaran norma-norma. Saya sebagai bagian di dalamnya pun merasa miris ketika kampus kebanggan digunakan sebagai tempat yang secara norma bertentangan namun semua masih diam melihat kondisi seperti ini. Lantas siapakah yang memiliki andil besar untuk merubah kondisi ini?
Saya MENANTANG pihak Kampus Unhas untuk segera memperhatikan permasalahan yang sangat merusak banyak hal tersebut di atas. Sebagai seorang pemuda yang bukan hanya mengkitik mengenai persoalan yang ada, tetapi sudah sepatutnya memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Saya menyarankan solusi untuk pihak kampus, agar memberikan peraturan yang tegas dan keras bagi pengunjung untuk tetap menjaga budaya siri’, dengan tidak melakukan tindakan yang betentangan dengan norma, mengaktifkan peran Satpam dalam pengamanan dan pengawasan, dan yang terpenting adalah melibatkan seluruh pengunjung untuk mengawasi bagi yang melanggar aturan. Memberikan reward bagi pengunjung yang melaporkan apabila terjadi pelanggaran dari aturan yang ada. Maka dengan penerapan hal ini, saya yakin RTH Unhas bisa tetap menjadi ruang ramah publik dan ruang pembelajaran bagi siapa pun yang sangat menghargai budaya siri’.
Penulis : Riski Iswatum Mu’si
Jurusan Ilmu Pemeritahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Angkatan 2016.