Tepat pada tanggal 4 Juli 2018, keinginan saya untuk membawa nama Indonesia agar lebih dikenal di mata dunia terwujud melalui program Exchange Summer.
Awalnya, saya mendaftarkan diri pada salah satu program di organisasi kepemudaan Association Internationale des Etudiants en Sciences Economiques et Commerciales (AIESEC) di UNHAS. Saya memilih program Outgoing Global Volunteer dan negara tujuan saya adalah The land of smile “Thailand”.
Setelah memilih program dan wawancara dengan pihak Aiesec Thailand, saya mendapatkan e-mail bahwa saya telah diterima di program yang saya inginkan. Betapa hati saya gembira pada saat itu.
Saya memilih project yang fokus pada pendidikan “Sawasdee Thailand Project” yang mendukung SDGs nomor empat yaitu “Quality Education”. Kenapa saya memilih project ini? Saya selalu mengingat dan sekaligus menjadi motivasi saya yaitu apa yang dikatakan oleh bapak Nelson Mandela “Education is the most powerful weapon you can use to change the world” . Bahwa, Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat anda gunakan untuk mengubah dunia.
Saya ingin sekali turut berkontribusi kepada masyarakat khususnya anak-anak. Memberi semangat untuk belajar sekaligus memotivasi mereka betapa pentingnya pendidikan itu sendiri. Saya berada di Thailand selama enam minggu. Saya mengajar bahasa Inggris di Sekolah Dasar di daerah Udon Thani, Thailand.
Hari pertama di Udon Thani, hostfamily menjemput saya dan teman saya yang bernama Ling, seorang Exchange participant dari Cina. Kemudian, kami diajak berkeliling melihat tempat-tempat wisata di Udon Thani sebelum sebelum mengajar disekolah.
Udon Thani adalah kota yang sangat indah dan bersih yang di mana penduduknya sangatlah sopan dan ramah. Saya tinggal bersama keluarga asuh yang kebetulan juga beliau adalah Kepala Sekolah di Ban Dong Magrood Sai Tong school, tempat saya mengajar.
Kegiatan ini diikuti oleh 31 peserta. Saya bertemu dengan Exchange Participant dari berbagai negara (Cina, Korea, Vietnam, Portugal, Malaysia, Philippines, Pakistan, Hongkong, Denmark, Taiwan, dan Indonesia).
Hari pertama bekerja, saya sungguh dibuat terpesona dengan Ban Dong Magrood Sai Tong School yang jaraknya 24 km dari tempat tinggal saya. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, persawahan dan kuil-kuil Budha menjadi pemandangan sehari-hari. Yah, hari hariku ku jalani sebagai guru bahasa Inggris di sekolah ini.
Awalnya, saya mengikuti kegiatan selama dua hari di Bangkok yaitu Incoming Preparation Seminar. Di hari pertama kegiatan ini, saya dan peserta lainnya mendapatkan pembekalan materi dari AIESEC in Chulalongkorn University seperti pengenalan budaya Thailand dan kelas bahasa.
Di hari ke-dua, kegiatan ini dinamakan “Global Village” yang bertujuan memperkenalkan budaya masing-masing. Pada saat itu, saya dan teman teman lainnya dari Indonesia membawakan tarian khas Papua. Tidak hanya itu, kami memperkenalkan suvenir-suvenir khas Indonesia kepada peserta lainnya.
Menurut saya, moment ini membuat saya bangga sekali rasanya menjadi orang Indonesia. Respon mereka terhadap Indonesia sangat positif. Mereka kagum akan budaya dan keanekaragaman yang Indonesia miliki. Dari sinilah, membuat diri saya semakin semangat untuk belajar dan terus melakukan kegiatan positif yang dapat berguna bagi banyak orang.
Kendala yang saya hadapi adalah guru-guru di sekolah sulit berbahasa Inggris sehingga membuat saya kesulitan berkomunikasi. Tapi, hal itu bukanlah penghalang bagi saya untuk tetap berjuang mengajar di sekolah ini. Murid-murid yang sangat lucu dan menggemaskan adalah sumber semangat saya saat itu. Mereka adalah murid-murid yang mempunyai kemauan untuk belajar bahasa Inggris.
Hari demi hari yang saya lalui disekolah sangatlah menyenangkan. Makan siang hingga bermain bersama dengan mereka adalah salah satu moment yang sangat berharga dan tak akan terlupakan pastinya. Ditambah lagi dengan guru guru di sekolah yang sangat perhatian sehingga membuat saya semakin nyaman dan membuat mereka seperti keluargaku sendiri.
Tanggal 16 Agustus 2018 adalah hari terakhir project saya mengajar di sekolah dan sekaligus hari terakhir di Udon Thani sebelum kembali ke Indonesia. Perasaan campur aduk, antara bangga dan sedih. Pamit dengan guru-guru di sekolah dan para siswa merupakan moment yang sangat mengharukan. Mereka semua menangis karena tidak ingin saya kembali ke Indonesia. Sedih rasanya melihat semua itu.
Para siswa membuat surat yang hampir semuanya berkata “ I love teacher Anto, I will miss teacher Anto” Oh sungguh kata kalimat yang sangat menyentuh. Kalimat yang membuat saya berpikir “ Anto, you did well!” bangga rasanya bisa memberikan perubahan yang nyata kepada mereka sampai bisa berbahasa Inggris.
Di malam harinya, Ibu angkatku dan para guru di sekolah membuat farewell party. Mereka memberikan saya kenang-kenangan yang katanya agar saya akan selalu ingat dengan mereka dan akan kembali ke Thailand untuk berjumpa lagi.
Dari pengalaman ini saya belajar untuk bisa menghargai perbedaan dari latar belakang budaya yang berbeda. Pengalaman yang sungguh meningkatkan kepercayaan diri dalam berbahasa Inggris hingga mempunyai teman dari berbagai negara, serta keluarga baru. Ini adalah pengalaman yang sangat berharga dan akan terus saya kenang selama hidupku. Terima kasih Indonesia dan Terima Kasih Thailand.
Iswanto Nursila
Mahasiswa Sastra Prancis
Angkatan 2016