Memasuki perguruan tinggi, mahasiswa akan dihadapkan dengan berbagai organisasi kemahasiswaan. Ketika ingin bergabung dalam organisasi maka harus melalui proses kaderisasi. Pengaderan pun menjadi hal yang eksis bagi organisasi mahasiswa. Bagaikan pintu yang harus dilewati untuk masuk dalam sebuah ruang.
Pengaderan idealnya menjadi kegiatan untuk mendidik dan memperkenalkan organisasi sesuai kebutuhan mahasiswa. Namun dalam prosesnya beberapa organisasi mahasiswa masih kental dengan kebiasaan masa lalu. Sistem kaderisasi yang dilakukan sarat akan pemukulan, penghinaan, dan tindakan kekerasan yang masih dapat ditemui di masa sekarang. Hal ini pun menjadi suatu yang fenomena di tengah melejitnya eksistensi organisasi kemahasiswaan.
Melihat hal tersebut lantas bagaimana pengaderan yang ideal dan cocok digunakan di masa sekarang? Mari simak wawancara khusus reporter PK identitas, Muhammad Ridwan bersama Dosen Sosiologi Unhas, Dr M Ramli AT MSi, Jumat (17/2).
Bagaimana pandangan Anda tentang proses pengaderan yang berujung pada kekerasan?
Hal ini sudah sangat jelas mengkhawatirkan. Apalagi jika lembaga tersebut berada di bawah suatu institusi pendidikan yang tujuannya mendidik manusia. Sehingga menjadi menyedihkan karena pengaderan justru melahirkan kekerasan. Biasanya mekanisme apapun yang bekerja di masyarakat dan menghasilkan kekerasan cenderung akan diwariskan dari waktu ke waktu.
Fenomena ini tentu sangat memprihatinkan bagi sistem akademik kita. Karena jika berkembang lebih jauh maka akan sangat mempengaruhi kualitas dari manusia yang dihasilkan institusi pendidikan.
Apakah pengaderan dengan kekerasan akan menghasilkan kader yang sesuai dengan kebutuhan lembaga mahasiswa?
Jika dalam prosesnya terdapat kekerasan maka ini menjadi keliru. Kita sebaiknya mengader orang agar anti dengan kekerasan, bukan justru menjadikan orang suka dengan kekerasan melalui sosialisasi yang dilakukan dengan kekerasan juga. Jadi jangan sampai sistem pengaderan yang dilakukan dengan kekerasan malah melahirkan kader-kader baru yang mewarisi sistem berdasar pada kekerasan. Dimana individu-individu di dalamnya sudah terbiasa dengan nilai-nilai kekerasan dan menganggapnya sebagai hal lumrah
Muncul pemahaman dalam lembaga mahasiswa agar orang anti terhadap kekerasan maka harus mengalami kekerasan terlebih dahulu. Pandangan ini justru keliru karena seharusnya orang diperlakukan secara manusiawi dalam kehidupannya, sehingga dapat membedakan hal-hal yang seharusnya ditolak dan dapat diterima. Maka orang-orang dapat mengetahui apa yang baik dan buruk.
Dari sudut pandang sosiologi mengapa budaya kaderisasi yang menggunakan metode kekerasan dapat bertahan sampai sekarang?
Kita bisa melihat dari sudut pandang kekuasaan, saat seseorang melewati proses kaderisasi yang dalam prosesnya merasakan kekerasan, mereka cenderung untuk melakukan hal yang sama saat berkuasa. Hal ini karena manusia memang menyukai kekuasaan.
Hal yang penting pula adalah adanya proses turun temurun nilai kekerasan yang terjadi antara generasi dalam lembaga mahasiswa. Tidak berubahnya sistem dan metode pengaderan merupakan indikasi bahwa proses sosialisasi berbasis kekerasan dalam lembaga terus terjadi. Ujung-ujungnya akan melahirkan lingkaran setan dan merugikan mahasiswa yang ingin mengembangkan minat dan bakatnya.
Bagaimana sebenarnya pengaderan yang ideal?
Menurut saya lembaga penting untuk melihat apa kebutuhan kebudayaan dan peradaban kita saat ini. Mereka harus bergerak untuk mengader dan mendukung nilai-nilai yang bersifat universal seperti persaudaraan, keadaban, toleransi, prestasi, dan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan. Maka proses pendidikan yang mereka jalani di perguruan tinggi akan lebih bermanfaat dan bersesuaian dengan keadaan sekarang. Sistem pengaderan harus dibuat untuk menumbuhkan dan menyuburkan nilai-nilai universal tersebut. Jadi tidak kembali ke masa lalu ketika kekerasan menjadi bagian yang ditonjolkan.
Apakah pihak kampus perlu mengawasi jalannya pengaderan organisasi mahasiswa melalui lembaga pengawasan seperti Komisi Disiplin?
Peran dari berbagai level lembaga pengawasan tentu perlu untuk dijalankan dan ditingkatkan dengan memaksimalkan koordinasi yang lebih baik, sehingga proses ini berjalan lebih efektif dalam mencegah munculnya kekerasan.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah lembaga pengawasan harus efisien dan responsif terhadap keluhan dan laporan karena jangan sampai saat ingin melaporkan sesuatu malah dipersulit. Masalah-masalah seperti kekerasan membutuhkan respon cepat dalam penanganannya. Misalnya jika terjadi kekerasan dalam suatu kegiatan tetapi malah birokrasi mempersulit untuk melaporkan.
Apa harapan Anda terkait proses kaderisasi organisasi mahasiswa?
Harapannya agar lembaga mahasiswa meninggalkan proses pengaderan yang bermuatan kekerasan. Ketika mahasiswa merasa apa yang mereka harapkan tidak sesuai dengan yang terjadi di dalam lembaga, maka membuat lembaga mahasiswa kehilangan anggota-anggotanya karena ekspektasi mahasiswa yang ingin mengembangkan diri tetapi harus melewati kekerasan terlebih dahulu. Saya kira tidak ada diantara kita yang menginginkan lembaga kemahasiswaan menjadi rapuh. Sejarah sudah membuktikan bahwa kiprah lembaga kemahasiswaan menjadi bagian dari proses pendidikan di perguruan tinggi.
Data Diri Narasumber
Nama: Dr M Ramli AT MSi
Tempat Tanggal Lahir : Maros, 1 Juli 1966
S1 : Ilmu Sosiologi, Universitas Hasanuddin
S2 : Manajemen Perkotaan, Universitas Hasanuddin
S3 : Sosiologi, Universitas Indonesia