Makale, tempat sejuk yang berada 310 km dari Makassar merupakan tanah kelahiran Guru Besar Fakultas Teknik Unhas, Prof Dr Ir Duma Hasan DEA. Kesejukan tempat itu nyatanya membawa dampak yang baik terhadap sikap Duma, begitu ia disapa semasa hidupnya. Dosen Jurusan Teknik Mesin ini dikenal sebagai orang yang ramah dan bersahaja. Ia tidak pernah mempersulit mahasiswanya selama menjadi dosen. Mahasiswa akan aman-aman saja saat berurusan dengannya, baik sebagai pembimbing maupun di mata kuliahnya.
Semasa hidupnya, pria kelahiran 14 Juli 1940 ini menghabiskan waktunya dengan mengajar. Kecintaannya akan dunia akademik terlihat dari ia tidak hanya mengajar di Unhas saja, melainkan di beberapa perguruan tinggi swasta yang ada di Makassar, seperti di Universitas Kristen Paulus Makassar, Universitas Atmajaya, Universitas Muslim Indonesia, dan Universitas Fajar. Saking cintanya dengan dunia mengajar, ia bahkan menolak tawaran menjadi dekan di Universitas Fajar, karena tidak ingin ribet dan terjebak dalam lingkaran kekuasaan.
“Prof Duma ini sangat mencintai pekerjaannya sebagai dosen. Dia hanya ingin mengajar dan tidak pernah menyusahkan mahasiswa mengenai urusan akademik,” kenang istrinya, Sherly Duma kepada Identitas.
Di tahun 80-an, Duma muda merupakan pria pekerja keras. Selain menjadi dosen, ia juga nyambi kerja di beberapa perusahaan seperti PT Daihatsu, PT Kanik Utama, dan Dipa Jaya tahun 1975-1980. Hingga akhirnya, Prof A. Amiruddin, rektor kala itu memberinya dua pilihan: berhenti menjadi dosen atau berhenti menjadi pegawai perusahaan.
“Semua dosen yang bekerja di luar dipanggil satu-satu. Akhirnya mereka disuruh memilih oleh Prof Amiruddin. Kau mau jadi dosen atau kerja di luar,” beber Sherly saat ditemui di kediamannya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa saat itu gaji dosen masih sangat kecil. Berbeda ketika Prof Duma bekerja di perusahaan dengan gaji yang cukup besar. “Ya besar dulu gajinya waktu bekerja di perusahaan, tapi dia (Duma) pilih untuk tetap menjadi dosen. Dia memang senang mengajar, toh,” ucapnya.
Kecintaan Duma pada dunia mengajar memang telah tumbuh sejak lelaki lulusan Fakultas Teknik Unhas ini masih kecil. Dia bercita-cita menjadi seorang tenaga pengajar. Dari pilihan yang ditawarkan Prof Amiruddin itu, ia akhirnya tetap memilih menjadi dosen, meskipun harus meninggalkan pekerjaan yang membuahkan gaji besar di perusahaan-perusahan.
Saat kuliah dulu, Prof Duma menghabiskan waktu sepuluh tahun untuk mendapatkan gelar insinyur. Di tahun tersebut, memang belum ada sistem Drop Out (DO). Kemudian, ia terbang ke Negara Kota Mode Perancis untuk mengenyam pendidikan yang lebih lanjut, khususnya di bidang teknik mesin hingga mendapat gelar DEA. Lalu, ia lanjut sampai mendapat gelar Doktor di bidang Teknik Mesin pada tahun 1990.
Di usia 70 tahun, ia pensiun dari guru besar Jurusan Teknik Mesin Unhas. Tak hengkang, ia melanjutkan mengajar di Ukip Paulus Makassar.
Kesehariannya saat pulang dari mengajar, Duma juga memanfaatkan waktunya dengan membaca buku dan berkebun. Ia senang mengisi depan rumahnya dengan berbagai tanaman. Saat sedang duduk di teras rumah, dan melihat pemulung melintas, ia cepat-cepat memanggil istrinya untuk menyantuni pemulung itu.
Di usianya yang rentah, Prof Duma mengidap penyakit Osteoporosis yang sudah akut di kedua bagian lututnya. Saat diperiksakan ke rumah sakit, ternyata ia juga terjangkit penyakit Leukimia stadium empat, hingga harus dirawat selama dua minggu di Rumah Sakit Pendidikan Tinggi Negeri (RSPTN) Unhas. Duma pun menutup usia senjanya pada hari Jumat 31 Mei 2019. Sehari setelah wafatnya baru kemudian dimakamkan di Pemakaman Muslim Pate’ne Makassar. Selamat jalan Prof Duma, semoga Tuhan senantiasa memberkati setiap kebaikan semasa hidupmu.
Usman Salam