Reformasi 1998 memiliki berbagai agenda, salah satunya menciptakan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sehingga reformasi birokrasi dilakukan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional, berintegritas dan bebas KKN.
Maka itu dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 52 Tahun 2020 dibentuklah Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TIRBN). Salah satu Guru Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP Unhas dipercaya sebagai anggota tim ini. Lantas bagaimana tim reformasi birokrasi ini bekerja? Simak wawancara Muhammad Alif M dengan Prof Dr Sangkala M Si, melalui Zoom, Jumat (6/08).
Apa tugas dari Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TIRBN) dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi?
Tim ini bersifat independen sehingga ditugaskan memberikan saran pemecah masalah kepada Tim Reformasi Birokrasi Nasional agar dapat dilaksanakan program reformasi birokrasi nasional. TIRBN bukan pelaksana pada reformasi birokrasi nasional, hal tersebut diutamakan kepada masing-masing kementerian, lembaga, pemerintah daerah.
Menurut laporan Ombudsman (24/02/2020) pola pikir birokrat sebagian besar menempatkan diri sebagai penguasa bukan pelayan publik sehingga reformasi birokrasi sulit dilakukan. Strategi seperti apa yang akan dilakukan menangani permasalahan ini?
Pada tahun 2015-2019, tim reformasi biokrasi memiliki berbagai sasaran strategis yakni pertama untuk menciptakan birokrasi yang bersih dari KKN, kedua birokrasi yang mampu, ketiga birokrasi yang melayani. Tapi berbagai hal mengakibatkan progres reformasi birokrasi terhambat. Jika dibenahi sebenarnya dapat terlihat perubahan tersebut. Aspek yang dapat diperbaiki seperti pengawasan, akuntabilitasi, transparansi dan sumber daya manusia (SDM).
Namun hingga kini belum dirasakan dan jika dilihat secara statistik juga belum. Dilihat adanya 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi dapat dikatakan sulit sebab jika diklasifikasikan terdapat zona hijau, kuning, oranye dan merah. Dari evaluasi tahunan kita, masih banyak merah dalam artian kepemimpinan daerah kurang melaksanakan reformasi birokrasi. Misalnya Papua itu hampir 99 persen belum melaksanakan reformasi birokrasi dan begitu juga dengan Sulawesi, Sumatera dan Kalimantan. Kita bisa menyimpulkan kepala daerah masih kurang mengikuti reformasi birokrasi.
Mengingat pemimpin daerah yang kurang aktif dalam reformasi birokrasi, lantas bagaimana langkah Tim Reformasi Birokrasi dapat meningkatkan keaktifan pejabat dalam reformasi birokrasi?
Saya pernah mengikuti rapat implementasi birokrasi, program prioritas Jokowi adalah reformasi birokrasi. Secara rinci adalah pengurangan jenjang jabatan yaitu struktur birokrasi seperti Eselon I, II, III, IV. Menurut Jokowi, birokrasi bukan mempercepat investasi dan memperbaiki pelayanan tapi justru yang jadi masalah adalah mengurangi jabatan struktural. Mengenai hal tersebut, perintah presiden adalah mengurangi dua jenjang.
Misalnya kalau di daerah, Eselon I adalah Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Dinas adalah Eselon II. Jadi jabatan administratif dan pengawas itu langsung dipangkas. Pada tanggal 30 Juni, kita rapat secara kolektik dengan mengundang kementerian, lembaga, pemerintah daerah ditemukan di tingkat kementerian masih ada sembilan yang belum melaksanakan. Begitu pun dengan kabupaten/kota hampir 99 persen maupun provinsi. Perintah presiden sudah ada sejak 2019, namun munculnya banyak masalah kami mencari penyelesaian agar dipercepat program ini. Sayangnya perintah presiden hingga 2021 belum tuntas.
Apakah ada hasil nyata yang dapat dilihat dari saran-saran yang telah diberikan oleh TIRBN?
Jika dilihat secara statistik, penilaiannya apakah reformasi telah dilakukan dengan baik itu menggunakan nilai C, CC, B, BB, A, AA di mana C paling rendah dan AA tertinggi. Sekarang baru ada satu provinsi yang mencapai nilai AA sedangkan yang mendapat A barusan empat. Ini berarti kita belum optimal dari segi pertanggunjawaban. Kalau dari 34 provinsi baru satu yang termasuk paling bagus, ini jauh dari harapan.
Kendalanya terdapat pada kepemimpinan di mana salah satu aspek kepentingan birokrasi adalah manajemen perubahan. Jadi perubahan dalam artian pola pikir, budaya dan mendorong keterlibatan pemimpin. Pandangan dan budaya kita yang mendapatkan jabatan struktural berarti orang yang terhormat. Proses ini lama terlaksana karena jabatan-jabatan di daerah masih banyak terlibat pada unsur-unsur politik sehingga sulit dipangkas Eselon III, IV.
Manfaat apa saja yang dapat diberikan jika reformasi birokrasi dilakukan dengan baik?
Dalam 10 tahun terakhir ini, dapat dikatakan target atau sasarannya belum teruwujud secara optimal. Secara substansi reformasi berupaya meningkatkan peran pemerintah dalam situasi perubahan yang drastis seperti sekarang. Jika birokrasi mampu meminimalisir KKN maka uang yang lembaga gunakan dapat dipertanggung jawabkan. Dan meskipun mereka diawasi oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), nyatanya sekarang ada 140 kepala daerah yang sudah ditangkap KPK sehingga kita belum sukses.
Kepala daerah seharusnya menjadi teladan yang dapat menciptakan birokrasi yang bersih dan berorientasi memudahkan kehidupan masyarakat. Pemerintah pun mestinya bersifat responsif dalam artian sebelum masyarakat mengeluh, pemerintah telah mengatasi hal tersebut.
Bagaimana harapan Anda mengenai reformasi birokrasi di Indonesia?
Jadi untuk percapainnya reformasi birokrasi nasional tentunya ada indikator pencapaian yang akan dinilai. Indikator pencapaian seperti transparansi nasional, indeks persepsi korupsi, daya saing, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Penilaian dilakukan oleh lembaga-lembaga dari luar sehingga jika tercapai dapat dikatakan sebagai reformasi birokrasi. Tercapainnya reformasi birokrasi akan menciptakan pemerintahan yang dapat menciptakan daya saing bangsa. Adanya kami (TIRBN) bisa memberikan masukan, berkolaborasi, sinergikan untuk mengimplementasikan program-program prioritas pada reformasi birokrasi nasional.
Muhammad Alif Muqorrabin
Biodata
Nama Lengkap : Prof Dr Sangkala M Si
Tanggal Lahir : 11, November 1963
Pendidikan : S1, Fisip Universitas Hasanuddin, Makassar, 1988
S2, Fisip Universitas Indonesia, Jakarta, 1999
S3, Fisip Universitsa Indonesia, Jakarta, 2005