Setiap memasuki semester baru, mahasiswa umumnya membayar Sumbangan Pendanaan Pendidikan (SPP) pada bank yang telah ditentukan kampusnya, dengan nilai yang rata. Seperti juga di kampus Unhas. Namun, pada tahun 2013, SPP kini berubah nama menjadi Uang Kuliah Tunggal (UKT). Tentu bukan saja namanya yang berubah, nilai yang dibayarkan mahasiswa pun ikut berubah, tergantung pada golongan yang telah ditentukan Unhas.
Penerapan UKT tersebut berdasarkan peraturan nomor 58 tahun 2012. Pada aturan tersebut tercantum bahwa setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) wajib untuk menetapkan dan melaksanakan tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sistem ini diterapkan bagi mahasiswa baru S1 reguler tahun akademik 2013/2014. Tujuannya untuk meringankan biaya kuliah mahasiswa.
Berdasarkan bundel Identitas Edisi Akhir Juli 2013, Pembagian kelompok untuk menentukan besarnya biaya UKT yang akan dibebankan pada masing-masing mahasiswa, pada umumnya PTN lain menetapkan dengan menyesuaikan terhadap penghasilan orang tua mahasiswa. Namun, Unhas memilih jalan lain. Pengelompokan dilihat dari jalur masuk mahasiswa.
Hal yang menjadi pertimbangan Unhas saat itu adalah proses untuk mengevaluasi data pengelompokan berdasarkan penghasilan orang tua membutuhkan waktu yang lama, sehingga sistem evaluasi penggunaan anggaran pun sangat sulit. “Hasilnya banyak mengganggu di dalam laporan keuangan,” kata Prof Dr dr A Wardihan Sinrang MS, Wakil Rektor II Unhas kala itu.
Alasan lain Unhas tidak memilih menggunakan sistem pembagian kelompok pada umumnya, karena memungkinkan gejolak lain dalam aturan tersebut. Pasalnya, memungkinkan uang kuliah Unhas terkesan naik.
Pengelompokkan UKT dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok satu dan dua untuk mahasiswa yang lulus jalur undangan dan bebas tes. Kelompok tiga dan empat bagi mahasiswa yang diterima melalui Jalur Non Subsidi (JNS), yakni mahasiswa yang juga adalah anak dosen atau tenaga kependidikan Unhas. Sedangkan kelompok lima untuk mahasiswa asing, yang saat itu hanya terdapat pada Fakultas Kedokteran.
Dengan sistem UKT ini maka berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 tahun 2013 pasal lima, berbunyi PTN tidak boleh memungut uang pangkal dan pungutan lain. Hal ini menandakan, UKT telah meliputi biaya pendaftaran, uang semester, biaya penerimaan mahasiswa baru, praktikum, kuliah kerja nyata, dan uang wisuda.
Selang setahun kemudian, pengelompokan UKT mengalami perubahan secara menyeluruh. Terbitnyaa SK Rektor Unhas nomor 20999/UN4/KU.19/2014 tentang pengenaan uang kuliah tunggal bagi mahasiswa angkatan tahun 2014 membuat pengelompokan berdasar atas penghasilan orang tua.
Pengelompokan UKT berdasar atas lima golongan
Dalam menetukan golongan UKT pada mahasiswa, dilakukan verifikasi dan wawancara saat proses penerimaan mahasiswa baru. Berkas yang disiapkan mahasiswa berupa slip gaji orang tua, serta slip pembayaran rekening listrik dan air. Kepala Biro Keuangan Dr Mukmin SE MAK dalam bundel Edisi Akhir Juli 2014, menerangkan bahwa UKT tetap berdasarkan slip gaji orang tua, meski orang tua si mahasiswa akan pensiun.
Penerapan UKT juga berdampak pada penerima beasiswa bidikmisi. Saat UKT pertama kali diterapkan, mereka mendapatkan bantuan sebesar enam juta rupiah per semester, dengan beban UKT hanya 750 ribu. Sedangkan bagi penerima beasiswa bidikmisi angkatan 2014, pembayaran UKT mereka dibebankan ke golongan IV dengan jumlah sebesar Rp 2,4 juta per semester. Pembayaran sebesar itu dipakai untuk biaya kuliah, buku, praktikum, dan pelatihan.
Sistem UKT yang berprinsip tunggal dan tidak ada pungutan lagi hanya sebatas isapan jempol semata. Nyatanya, untuk menunjang proses akademiknya, mahasiswa masih banyak mengeluarkan pembayaran. Seperti pada bundel Identitas edisi Awal April 2015, Adnan harus membayar Rp 50 ribu untuk setiap laboratorium yang diikutinya. hal ini dikarenakan tak tersedianya alat, bahan, serta buku penuntun praktikum.
Sistem UKT telah memasuki tahun keenam dalam penerapannya. Untuk tahun 2018, pengelompokkan UKT dibagi menjadi tujuh golongan. Selain itu, diterapkan juga Dana Pengembangan Pendidikan (DPP) bagi mahasiswa baru yang masuk melalui jalur Mandiri. Jalur Mandiri ini terdiri atas Peningkatan Prestasi Seni dan Keolahragan, Jalur Non Subsidi, Kelas Internasional, dan Prodi Mandarin. Besar pembayaran DPP tergantung pada masing-masing jurusan. Nilainya pun tak sedikit, puluhan juta rupiah hingga ada yang ratusan juta. Mahasiswa Jalur Non Subsidi (JNS) harus mempersiapkan uang yang besar untuk bisa kuliah di Unhas.
Penulis : Muh Nawir