Melalui aplikasi Zoom, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi (BEM Kemafar) Unhas mengadakan Diskusi Interaktif, Minggu (12/7). Lewat diskusi tersebut mereka membahas Penyesuaian Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Masa Pandemi.
Bincang bersama yang dimulai pukul 16.00 hingga 18.00 Wita ini diikuti 42 peserta dan dimoderatori anggota Kemafar Unhas, Achmad Luthfi. Ada tiga narasumber utama yang jadi pembicara yaitu, Aliansi Mahasiswa Kolektif (AKOMA) Universitas Indonesia, Saroel, Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unhas, Abd. Fatir Kasim dan Kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Ekonomi Unhas dan Komunal Nokturnal, Muh Ifan Fadillah.
Saat awal diskusi, moderator, Achmad Luthfi mengatakan latar belakang diskusi dilakukan karena dampak pandemi Covid-19 yang sangat besar pengaruhnya bagi perekonomian dan dunia pendidikan. Belum lagi lanjut Lutfi, seperti di tingkat perguruan tinggi dengan adanya UKT yang harus dibayar, mendatangkan keresahan bagi sebagian besar mahasiswa.
Pemateri pertama, Saroel membuka pembicaraan dengan membahas latar belakang dibentuknya aliansi di kampus UI. Ia membeberkan lambannya pergerakan BEM UI mengawal permasalahan UKT adalah penyebabnya.
Adapun keringanan yang diberlakukan di UI hari ini, kata Saroel masih menimbulkan keresahan bagi mahasiswa. Seperti yang mendapat keringanan hanya mahasiswa akhir dengan membayar Rp500.000, itu pun dengan mekanisme tertentu yang terlalu birokrasi, cicilan pembayaran bisa dilakukan tapi waktunya sangat sedikit hanya dua minggu.
“Semoga dalam konteks penentuan UKT, semua pihak bisa sama-sama sadar dengan kondisi, tidak diberatkan dalam urusan mekanisme birokrasi. Idealnya adalah keringanan yang dilakukan, pemerataannya sama bagi seluruh mahasiswa program sarjana ataupun profesi,” jelasnya.
Abd Fatir Kasim pun ikut menambahkan dengan menceritakan kondisi Unhas setelah BEM dan jajarannya ikut bergerak memperjuangkan hak mahasiswa. Ia mengatakan BEM Unhas telah melakukan dua kali audiensi.
Audiensi pertama secara virtual dan membahas terkait subsidi kuota. Audiensi kedua yang dibahas adalah UKT dan sebelumnya sempat dilakukan diskusi untuk potongan UKT. Dan hasilnya lanjut Fatir, bisa dilihat seperti surat keputusan yang dikeluarkan rektorat. Untuk pembebasan dan potongan 50% kata mahasiswa Fakultas Teknik ini, masih terkendala kurangnya data sehingga belum dapat dilakukan.
Mahasiswa angkatan 2014 ini juga mengaku, pengurus BEM Unhas sendiri belum sepenuhnya puas dengan keputusan rektorat, karena aturannya hanya diberlakukan khusus S1. Ia berencana kembali melakukan audiensi.
“Apa yang kita harapkan tentunya pembebasan UKT, tapi balik lagi dari acuan rektorat yang sesuai data. Marilah bekerja secara kolektif, berusaha dengan berbagai metode untuk menuntaskan apa yang kita harapkan dan saya yakin kita akan dapat hasil memuaskan,” harapnya.
Sesi terakhir, Ifan Fadillah menuturkan bahwa sebenarnya selama ini beban UKT pada perguruan tinggi bisa gratis dan realistis tapi tak pernah terjadi karena struktur ekonomi masih bersifat kapitalisme.
Ia menambahkan, bila krisis saat ini adalah krisis internal kapitalisme. Menurutnya Pandemi ini hanya mempercepat teraktualnya krisis ekonomi yang kita hadapi, karenanya butuh perjuangan-perjuangan aktural-empiris yang menjadi preseden untuk perjuangan struktural sistemik.
“Perubahan tidak datang dengan sendirinya, melainkan butuh diperjuangkan. Semoga teman-teman bisa belajar tanpa takut dengan permasalah UKT,” pungkasnya.
M126