Setelah dia tiada, lalu siapa berani berdiri tegak di lautan samudera
Menantang badai, menenggelamkan lautan, melempar puing-puing kapal dari selatan
Riak ombak gundah, ikan-ikan meringkih takut akan binar laut
Angin timur melambat
Binar cahaya samudera redup seketika
Pantai selatan, laut Arapura, teluk Jawa, Sulawesi pun berduka
Nestapa kian menanti lautan berdarah
Nyanyian pulau Rote tenggelamkan lenyap dalam samudera raya
Pasir putih lunglai, kapal-kapal nelayan, Suku Bajo, dunia maritim terlihat muram
Lalu mereka berlari ke belantara
Bersembunyi dalam kabut dekat kuil para petapa
Menggigil takut gelap
Armada perompak, bajak laut dari selatan tertawa
Meringkih menjamah lautan kemilau cahaya
Lalu mereka menyelinap di antara pulau
Menembus dinding sekat menjarah lautan teduh
Habisi semua tak ada tersisa
Tangkap ubur-ubur itu
Bawa semuanya sekalipun pulau-pulau kecil itu
Lalu kita berpesta mengitari lautan Indonesia
Jangan takut suara gelegak tenggelamkan tidak ada lagi
Dia terbuang jauh ke pengasingan
Ke dasar samudera yang diam
Kita rampas semuanya
Sekalipun kita curi ratu pantai selatan
Lalu kita bawah berlari ke ujung dunia
Tak ada yang tahu
Suara tenggelamkan
Terdengar samar dalam kuil para pertapa
Lalu hilang bersama senja
Mati bersama malam
Duka cita penghuni lautan
Tertunduk lesu menanti fajar sang Puji Astuti
Seribu tahun yang akan datang
Penulis : Maltatuli Muda,
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah,
Fakultas Ilmu Budaya